BAB I
PENDAHULUAN
A
Latar
Belakang
Istilah tunagrahita mungkin masih asing
bagi pendengaran meskipun bukan tidak mungkin setiap hari berhadapan dengan
salah seorang siswa yang sebenarnya mengalami ketunagrahitaan. Banyak
yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut
kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa
klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki
perkembangan intelegensi yang terlambat. Setiap klasifikasi selalu diukur
dengan tingkat IQ mereka, yang terbagi menjadi tiga kelas yakni tunagrahita
ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Banyak terminologi (istilah) yang
digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata.
Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak,
lemah ingatan, lemah pikiran, terbelakang mental, retardasi mental, cacat
grahita, dan tunagrahita. Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal dengan beberapa
istilah, yaitu mental retardation, mental deficiency, mentally handcapped, feebleminded dan
lain-lain.
Kata “mental” dalam peristilahan di atas
adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan bukan kondisi psikologi. Adapun
peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami
perkembangan, yaitu lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967,
terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983, tunagrahita
digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya
Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Semua istilah yang digunakan disebabkan
oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan para ahli yang
mengemukakannya. Namun, semua istilah tersebut tertuju pada pengetian yang sama
yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan
seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada
umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini
berlangsung pada masa perkembangan. Dari latar belakang di atas maka kami
mencoba menyusun makalah yang berjudul “Anak Berkebutuhan Khusus –
Tunagrahita”.
B
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang
diatas, maka terdapat rumusan amsalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian tunagrahita?
2. Bagaimana
ciri-ciri tunagrahita?
3. Apa
faktor penyebab anak terhambat intelektualnya?
4. Metode
pembelajaran apa yang diterapkan untuk tunagrahita?
5. Bagaimana
upaya pencegahan dan layanan bimbingan pada tunagrahita?
6. Bagaimana
informasi dan kesimpulan dari hasil observasi yang telah dilakukan?
C
Tujuan
Observasi
dari rumusan diatas,
maka terdapat tujuan observasi sebagai berikut :
1. Mengetahui
pengertian tunagrahita.
2. Mengetahui
ciri-ciri anak yang mengalami penghambatan tunagrahita.
3. Mengetahui
faktor penyebab anak dengan hambatan intelektualnya.
4. Mengetahui
metode pembelajan yang digunakan untuk tunagrahita.
5. Mengetahui
upaya pencegahan dan layanan bimbingan tunagrahita.
6. Mengetahui
keadaan tunagrahita secara langsung.
7. Mampu
menyimpulkan isi hasil observasi.
D
Manfaat
Observasi
1. Meningkatkan
pemahaman guru.
2. Mengevaluasi
cara pengajaran guru.
3. Mampu
memilih metode yang efektif dan cocok untuk digunakan kelak.
4. Meningkatkan
kreatifitas guru.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A
Pengertian
Hambatan Intelektual (TunaGrahita)
Tunagrahita termasuk dalam golongan anak
berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang
tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian
tunagahita pun bermacam-macam.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan
untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata.
Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya
atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan,
nilai, kualitas, dan kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita
ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku
akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena
adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat
intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan
(cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
Namun, tidak semua anak tunagrahita
memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita
ringan lebih banyak pada kemampuan daya tangkap yang kurang. Secara
global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki
keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang
membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang
maksimal.
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh
para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan
utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi
digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut.
“Mental retardaction refers to
significantly subaverage general Intellectual functioning resulting in or
adaptive behavior and manifested during the developmental period”. Artinya, ketunagrahitaan
mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di
bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku
penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa
perkembangannya.
Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR
(1987) menggariskan bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus
melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata,
adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang
berlaku di masyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal
yang perlu kita perhatikan adalah sebagai berikut:
1. Fungsi
Intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata, maksudnya bahwa
kekurangan itu harus benar-benar menyakinkan sehingga yang bersangkutan
memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh: anak normal rata-rata IQ
100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
2. Kekurangan
dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang
bersagkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan
pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda
darinya.
3. Ketunagrahitaan
berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu
terjadi pada masa perkembanngan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa
untuk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki
ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari
ciri-ciri tersebut maka yang brsangkutan belum dapat dikategorikan sebagai
penyandang tunagrahita.
B
Ciri-ciri
Anak dengan Hambatan Intelektual
Anak tunagrahita adalah anak yang
mengalami keterbelakangan kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya
dan sosialnya sedemikian rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga
untuk mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran
dengan program khusus.
Untuk lebih jelasnya karakteristik anak
tunagrahita dapat dilihat sebagai berikut :
1. Karakteristik
mental, meliputi :
a.
Mereka menunjukan kecenderungan menjawab
dengan ulangan respon terhadap pertanyaan yang berbeda
b.
Mereka tidak mampu memberikan kritik
c.
Kemampuan assosiasinya terbatas
d.
Mereka tidak mampu menyimpan instruksi
yang sulit dalam jiwanya/ingatannya
e.
Kapasitas inteleknya sangat rendah
f.
Cenderung memiliki kemampuan berpikir
kongkrit daripada abstrak
g.
Mereka tidak mampu menditeksi
kesalahan-kesalahan dalam pernyataan
h.
Mereka terbatas kemampuannya dalam
penalaran dan visualisasi dan
i.
Mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi
2. Karakteristik
fisik, meliputi :
a.
Mereka mengalami keterbelakangan ringan
sebagian besar tidak mengalami kelainan fisik, sedangkan yang tingkat sedang
dan berat cenderungmemiliki kelainan fisik (koordinasi motorik, penglihatan,
pendengara, dsb)
b.
Mereka cenderung memiliki penyimpangan
fisik dari bentuk rata-rata, misalnya adanya ketidaksamaan/ketidakserasian
antara kepala dan wajah(muka),ukuran besar kepala ada yang besar dan atau
kecil, tatanan giginya,dsb
c.
Biasanya mereka mengalami hambatan
bicara dan berjalan
d.
Pemeliharaan diri kurang
3. Karakter
sosial-emosi, meliputi :
a.
Ada kecenderunagan tidak mampu
menyasuaikan diri karena mengalami kesulitan dalam tingkah lakunya
b.
Minat permainan mereka tidak cocok
dengan anak yang sama usia mentalnya daripada usia kronologisnya
c.
Sering tidak mampu memenuhi tuntutan
atau harapan kelompok atau masyarakat dan
d.
Memiliki problem emosi dan tingkah laku
dan agak lebih banyak yang nakal daripada anak yang normal intelegensinya
4. Karakteristik
akademis, meliputi :
a.
Kemampuan belajarnya sangat rendah dan
lambat
b.
Mereka yang termasuk tingkat ringan
masih dapat diberikan mata pelajaran akademik (membaca, menulis, berhitung dsb)
5. Karakteristik
pekerjaan, meliputi :
a.
Yang dapat dituntut untuk bekerja hanya
mereka yang tergolong tingkat ringan dan pada batas-batas tertentu bagi tingkat
menengah, dan
b.
Bagi yang tingkat ringan pada usia
dewasa dapat belajar pekerjaan yang sifat nya “skilled” dan “semiskilled”,
kendatipun menurut penelitian ternyata kira-kira 80% atau sebagian besar yang
dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang sifatnya “unskilled” atau
“semiskilled”
Masalah-masalah
yang mereka miliki relatif berbeda, walaupun demikian ada juga kesamaan masalah
yang dirasakan bersama oleh sekelompok mereka. Kemungkinan-kemungkinan masalh
yang dihadapi anak terbelakang dalam konteks pendidikan, diantaranya dapat
disebutkan sebagai berikut :
1. Masalah
kesulitan dalam kehiupan sehari-hari. Masalah ini berkaitan dengan kesehatan
dan pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari.
2. Masalah
kesulitan belajar. Dapat disadari dengan keterbatasan kemampuan berfikir bagi
mereka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa mereka pasti mengalami kesulitan
belajar, sudah barang tentu di bidang studi akademik (misalnya matematika, IPA,
IPS, dan bahasa), sedangkan untuk bidang studi non-akademik tidak banyak
mengalami kesulitan belajar.
3. Masalah
penyesuaian diri. Masalh ini berkaitan dengan masalah-masalah utau kesulitan
dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu disekitarnya disadari bahwa
kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh tngkat
kecerdasan.
4. Masalah
penyaluran ke tempat kerja. Secara empirik banyak dilihat di depan kita bahwa
kehidupan anak terbelakang cenderung banyak yang masih menggantungkan diri
terhadap orang lain teruama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit
sekali yang sudah dapat hidup mandiri, bahkan dapat dibilang belum ada (krana
sedikitnya).
5. Masalah
gangguan kepribadian dan emosi. Memahami akan karakteristik mentalnya, nampak
jelas adanya kemampuan berpikir, keseimbangan kepribadiannya kurang konstan
atau labil,kadang-kadang stabil dan kadang pula kacau.
6. Masalah
pemanfaatan waktu terluang. Adalah wajar bagi anak terbelakang dalam tingkah
lakunya sering menampilkan prilaku yang nakal
C
Faktor
Penyebab Anak dengan Hambatan Intelektual
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan
oleh berbagai faktor. Para ahli membagi faktor penyebab tersebut atas beberapa
kelompok. Strauss membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus
yaitu endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel
keturunan dan eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi,
virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lain-lain.
Cara lain yang sering digunakan dalam
pengelompokan faktor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu
terjadinya, yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran
(natal), dan setelah lahir (postnatal). Berikut ini beberapa penyebab
ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan
maupun faktor lingkungan.
1. Faktor
keturunan.
Penyebab
kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan, meliputi hal berikut:
a. Kelainan
kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari bentuk dapat
berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena
melihatnya kromosom; delesi (kegagalanmeiosis, yaitu salah satu pasangan tidak
membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel); duplikasi
(kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga trejadi kelebihan kromosom
pada salah satu sel lainnya) translokasi ( adanbya kromosom yang patah dan
patahnya menempel pada kromosom lain).
b. Kelainan
gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya tampak dari
luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan untuk
memahaminya, yaitu kekuatan kelainan tersebut, dan tempat gena (lucos)yang
mendapat kelainan.
2. Gangguan
metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak.
Kegagalan metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu. Kelainan yang
disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan gizi, antara lain phenylketonuria
(akibat metabolisme saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam
mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak ) dan gejala yang tampak
berupa ketidak normalan tinggi badan ,kerangka tubuh yang tidak proporsional ,
telapak tangan lebar dan pendek, persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan
tuna grahita; cretinism (keadaan hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa
janin atau saat dilahirkan ) dengan gejala kelainan yang tampak adalah
ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan.
3. Infeksi
dan keracunan
Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya
penyakit-penyakit selama janin masih berada didalam kandungan . penyakit yang
dimaksut antara lain rubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya
kelainan pendengaran , penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kueang
ketika lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun, hampir pada semua
kasus berakibat ketunagrahitaan.
4. Trauma
dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi
dilahirkan atau terkena radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan
ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan
oleh kelahiran yang sulit sehingga memerluka alat bantuan. Ketidaktepatan
penyinaran atau radiasi sinarX selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat
mental microsephaly.
5. Masalah
pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran,misalnya
kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan
otak ,kejang dan napas pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma
mekanis terutama pada kelahiran yang sulit
6. Faktor
lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi
penyebab terjadinya ketunagrahitaan. Telah banyak penelitian yang digunakan
untuk pembuktian hal ini, salah satunya adalah penemuan patton & Polloway
bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau kegagalan dalam melakukan
interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu
penyebab ketunagrahitaan .
Latar belakang pendidikan orangtua sering juga
dihubungkan dengan masalah-masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua
akan pentingnya pendidikian dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan
rangsangan poitif dalam masa perkembangan anak menjadi penyebab salah sau
timbulnya gangguan.
D
Metode
Pembelajaran untuk Anak dengan Hambatan Intelektual
1.
Strategi
Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak
tunagrahita pada prinsipnya tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Pada
prinsipnya menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan tujuan
pelajaran, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Strategi
yang efektif pada anak tunagrahita belum tentu akan baik bagi anak normal dan anak
berinteligensi tinggi. Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang
belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi pembelajaran bagi mereka
yang belajar di sekolah luar biasa. Berikut penjelasan tentang macam-macam
strategi pengajaran untuk anak tunagrahita:
a. Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Strategi pembelajaran
yang diindividualisasikan berbeda maknanya dengan pengajaran individual.
Pengajaran individual adalah pengajaran yang diberikan kepada seorang demi
seorang dalam waktu tertentu dan ruang tertentu pula, sedangkan
pengajaran yang diindividualisasikan diberikan kepada tiap murid meskipun
mereka belajar bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman dan
keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap anak.
Strategi ini tidak menolak sistem klasikal atau kelompok. Strategi ini
memelihara individualitas. Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal
berikut ini:
1) Pengelompokan
murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja
selaku anggota kelompok dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok
tertentu. Kedudukan murid dalam kelompok sesuai dengan minat, dan kemampuan
belajar yang hampir sama.
2) Pengaturan
lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka
ragam, dapat berpindah tempat sesuai dengan kebutuhan murid tersebut, serta
adanya keseimbangan antara bagian yang sunyi dan gaduh dalam pekerjaan di
kelas. Adanya petunjuk tentang penggunaan tiap bagian, adanya pengaturan agar
memudahkan bantuan dari orang yang dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi &
meja) dapat berubah-ubah, ukuran barang dan tata letaknya hendaknya dapat
dijangkau oleh murid sehingga memungkinkan murid dapat mengatur sendiri
kebutuhan belajarnya.
3) Mengadakan
pusat belajar (learning centre) Pusat belajar ini dibentuk pada sudut-sudut
ruangan kelas, misalnya sudut bahasa, sudut IPA, berhitung. Pembagian
seperti ini, memungkinkan anak belajar sesuai dengan pilihannya sendiri.
Di pusat belajar itu tersedia pelajaran yang akan dilakukan, tersedianya tujuan
Pembelajaran Khusus sehingga mengarahkan kegiatan belajar yang lebih banyak
bernuansa aplikasi, seperti mengisi, mengatur, menyusun, mengumpulkan,
memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat bagan, menyetel, mendengarkan,
mengobservasi. Selain itu, pada tiap pusat belajar tersedia bahan
yang dapat dipilih dan digunakan oleh anak itu sendiri. Melalui strategi ini
anak akan maju sesuai dengan irama belajarnya sendiri dengan tidak terlepas
dari interaksi sosial.
b. Strategi kooperatif
Strategi
ini relevan dengan kebutuhan anak tunagrahita di mana kecepatan belajarnya
tertinggal dari anak normal. Strategi ini bertitik tolak pada semangat kerja di
mana mereka yang lebih pandai dapat membantu temannya yang lemah (mengalami
kesulitan) dalam suasana kekeluargaan dan keakraban.
Strategi
kooperatif memiliki keunggulan, seperti meningkatkan sosialisasi antara
anak tunagrahita dengan anak normal, menumbuhkan penghargaan dan sikap positif
anak normal terhadap prestasi belajar anak tunagrahita sehingga memungkinkan
harga diri anak tunagrahita meningkat, dan memberi kesempatan pada anak
tunagrahita untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
c. Strategi modifikasi tingkah laku
Strategi
ini digunakan apabila menghadapi anak tunagrahita sedang ke bawah atau anak
tunagrahita dengan gangguan lain. Tujuan strategi ini adalah mengubah,
menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik ke tingkah laku yang
baik. Dalam pelaksanaannya guru harus terampil memilih
tingkah laku yang harus dihilangkan. Sementara itu perlu pula teknik khusus
dalam melaksanakan modifikasi tingkah laku tersebut, seperti
reinforcement.
Reinforcement
ini merupakan hadiah untuk mendorong anak agar berperilaku baik. Reinforcement
dapat berupa pujian, hadiah atau elusan. Pujian diberikan apabila siswa
menunjukkan perilaku yang dikehendaki oleh guru. Dan pemberian reinforcement
itu makin hari makin dikurangi agar tidak terjadi ketergantungan.
Menurut
Irianto (2010) gurudi sekolah inklusi dikenal dengan istilah “guru yang
mendidik” yakni guru yang mampu menerapkan program pembelajaran yang tidak
mementingkan mata pelajaran apa yang diajarkan atau di kelas berapa dia
mengajar. Dengan demikian guru yang mendidik adalah guru yang dapat bertindak
sebagai guru kelas professional yang berhadapan dengan semua mata pelajaran dan
dapat melayani dan membelajarkan semua siswa tanpa terkecuali. Guru yang
mendidik juga ditandai dengan sikap professional yang selalu belajar dan
mempelajari berbagai informasi dasar yang berkaitan dengan
hambatan/kelainan anak dan yang mampu memberikan pengajaran mendidik yang
disesuaikan dengan kateristik dan kebutuhan anak.
2.
Media
Media pembelajaran yang digunakan pada pendidikan
anak tunagrahita tidak berbeda dengan media yang digunakan pada pendidikan anak
biasa. Hanya saja pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat
bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan
intelektualnya. Alat-alat khusus yang ada diantaranya
adalah alat latihan kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan
kematangan indra, seperti latihan perabaan, penciuman; alat latihan untuk
mengurus diri sendiri, seperti latihan memasang kancing, memasang retsluiting;
alat latihan konsentrasi, seperti papan keseimbangan, alat latihan
membaca, berhitung, dan lain-lain.
Dalam menciptakan media pendidikan anak tunagrahita,
guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain (1) bahan tidak
berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak; (2)
warna tidak mencolok dan tidak abstrak; serta (3) ukurannya harus dapat
digunakan atau diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri (ukuran meja dan
kursi).
3.
Evaluasi Belajar untuk Anak
Tunagrahita
Berikut ini akan dikemukakan ketentuan-ketentuan
khusus dalam melaksanakan evaluasi belajar anak tunagrahita.
a. Waktu mengadakan evaluasi, Evaluasi
belajar anak tunagrahita tidak saja dilakukan pada saat kegiatan belajar
mengajar berakhir atau pada waktu yang telah ditetapkan, seperti waktu
tes prestasi belajar atau tes hasil belajar, tetapi tidak kalah pentingnya
evaluasi selama proses belajar mengajar berlangsung. Pada saat itu dapat
dilihat bagaimana reaksi anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap
anak. Apabila ditemukan anak yang lebih cepat dari temannya maka ia segera
diberi bahan pelajaran berikutnya tanpa harus menunggu teman-temanya,
sedangkan anak yang lebih lambat, mendapatkan pengulangan atau
penyederhanaan materi pelajaran.
b. Alat evaluasi, Sama halnya dengan alat
evaluasi yang digunakan pada pendidikan anak normal maka alat evaluasi yang
digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita tidak berbeda, kecuali
dalam bentuk dan urutan penggunaannya. Penggunaan alat evaluasi, seperti
tulisan, lisan dan perbuatan bagi anak tunagrahita harus ditinjau lebih dahulu
bagaimana keadaan anak tunagrahita yang akan dievaluasi.
c. Kriteria keberhasilan, Keberhasilan
belajar anak tunagrahita agar tidak dibandingkan dengan teman sekelasnya,
tetapi dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh anak itu sendiri dari
waktu ke waktu. Oleh karena itu, penilaian pada anak tunagrahita
adalah longitudinal maksudnya penilaian yang mengacu pada
perbandingan prestasi individu atas dirinya sendiri yang dicapainya
kemarin dan hari ini.
d. Pencatatan hasil evaluasi, Pencatatan
evaluasi yang telah kita kenal berbentuk kuantitatif, artinya kemampuan anak
dinyatakan dengan angka. Tetapi bentuk seperti ini, bagi anak
tunagrahita tidak cukup. Jadi, harus menggunakan bentuk kuantitatif
ditambah dengan kualitatif. Misalnya, dalam pelajaran Berhitung, si
Ano mendapat nilai angka 8. Sebaiknya diikuti dengan penjelasan, seperti nilai
8 berarti dapat mempelajari penjumlahan 1 sampai 5, pengurangan 1 sampai 3.
E
Beberapa
Alternatif Layanan Bimbingan Hambatan Intelektual
Beberapa
alternatif upaya pencegahan timbulnya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut :
1.
Diagnostik prenatal Adalah suatu usaha
yang dilakukan untuk memeriksa kehamilan. Dengan usaha ini diharapkan dapat
ditemukan kemungkinan adanya kelainan-kelainan pada janin, baik berupa
kelainan kromosom maupun kelainan enzim yang diperlukan bagi perkembangan
janin. Seandainya ditemukan adanya kelainan, maka tindakan selanjutnya
diserahkan kepada ibu hamil atau keluarganya atau pertimbangan-pertimbangan
dari dokter ahli dalam masalah tersebut.
2.
Imunisasi Dilakukan terhadap ibu
hamil maupun anak-anak balita. Dengan imunisasi ini dapat mencegah
timbulnya penyakit-penyakit yang menganggu perkembangan bayi/anak.
3.
Tes darah Dilakukan terhadap
pasangan-pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkinan menurunkan
benih-benih yang berkelainan.
4.
Pemeliharaan kesehatan, Terutama bagi
ibu-ibu hamil. Hal ini terutama menyangkut pemeriksaan kesehatan selama hamil,
penediaan gizi/nutrisi serta vitamin yang memadai, menghindari radiasi, dan
sebagainya.
5.
Program KB, Diperlukan untuk mengatur
kehamilan dan menciptakan keluarga yang sejahtera baik dalam segi fisik maupun
psikis. Keluarga kecil lebih memungkinkan terbinanya hubungan afeksi yang
relative lebih baik serta terjaminnya kebutuhan fisik yang relative lebih baik
pula.
6.
Sanitasi lingkungan, Yaitu mengupayakan
terjaganya suatu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga dapat mencegah
timbulnya penyakit-penyakit yang membahayakan perkembangan anak.
7.
Penyuluhan genetik, Yaitu suatu
usaha mengkomunikasikan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah
genetika dan masalah-masalah yang ditimbulkannya. Ini dapat dilakukan melalui
media cetak, elektronik, maupun secara langsung melalui posyandu atau
klinik-klinik kesehatan.
8.
Tidakan operasi, Diperlukan terutama
bagi kelahiran dengan resiko tinggi untuk mencegah kelainan-kelainan yang
ditimbulkan pada waktu kelahiran.
9.
Intervensi dini, Program ini diperlukan
terutama bagi para orang tua agar secara dini dapat membantu perkembangan
anak-anaknya.
Anak
tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang
disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1. Kelas Transisi, Kelas ini diperuntukkan
bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas
transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu
anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas
persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi
sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan
C1/SLB-C,C1), Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini
diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan
pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama
keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di
kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C,
sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3. Pendidikan
terpadu, Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler.
Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama
dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak
mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari
Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang
sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang
tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang
biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties)
atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4. Program
sekolah di rumah, Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak
mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya:
sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK)
atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan
masyarakat.
5. Pendidikan
inklusif, Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini
menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip
“Education for All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah
reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas
dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua)
orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk
memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai
kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban
yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap
rintisan
6. Panti
(Griya) Rehabilitasi, Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada
tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada
umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik.
Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini
terbatas dalam hal :
a. Pengenalan
diri
b. Sensorimotor
dan persepsi
c. Motorik
kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan
berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina
diri dan kemampuan sosial
BAB III
METODE OBSERVASI
A
Jenis
Observasi
Berupa Wawancara
B
Lokasi
dan Waktu Observasi
Lokasi : SLB-C YAYASAN BERINGIN BHAKTI
Jl.P.cakrabuana,
Gg.Mangga, Ds.Kepongpongan, Kec.Talun, Kab.Cirebon
Waktu : Pkl: 09.00-11.00 WIB, 08 Oktober 2014
C
Desain
Observasi
Pertanyaan mengenai
identitas sekolah, dan juga ada petanyaan yang secara khusus sebagai berikut :
1. Apa
saja jenis SLB yang ada disini bu?
2. Ada
berapa tingkatan untuk SLB C bu?
3. Berapa
jumlah murid SLB C bu?
4. Berapa
lama jam pelajaran siswa untuk SLB C bu?
5. Apakah
murid dikelas ini berasal dari daerah sini semua bu?
6. Materi
apa yang diberikan pada kelas rendah ini bu?
7. Dalam
menyampaikan materi, pembelajaran seperti apa yang ibu terapkan?
8. Kurikulum
apa yang diterapkan dikelas rendah ini bu?
BAB IV
HASIL OBSERVASI
A
Hasil
Observasi
1.
Identitas
Sekolah
Nama
Sekolah :
SLB-C YAYASAN BERINGIN BHAKTI
Alamat
: Jl.P.Cakrabuana,
Gg.Mangga, Ds.Kepongpongan,
Kec.Talun,
Kab.Cirebon
No.telp : (0231) 8331148
E-mail : slbc@yahoo.com
NSS : 80.20.21.710003
NPSN : 20.21.5031
Ijin
Operasional : 421.9/SH-8016PLB
27 April 2004
Akreditasi
: B
Tahun
Akreditasi : 2007
Tahun
Berdiri : Th.1982 : SLB-A
Th.1996
: SLB-B dan SLB-C
Th.2004
: SLB-B dan SLB-C resmi dipisah
2.
Visi
Anak-anak
bisa Mandiri dan tidak tergantung pada Guru dan orang tua
3.
Misi
Mengembangkan
intelektual, dan bisa hidup bermasyarakat serta mandiri.
4.
Sarana
prasarana
Dana
dari dinas pendidikan :
Dipakai
untuk pakaian seragam, pakaian olah raga, pakaian muslim, pakaian pramuka dan
alat-alat sekolah.
Dana
dari direktorat :
Dipakai
untuk sarana kelas dan saran bermain.
5.
Kurikulum
Kurikulum yang dipakai di SLB ini tidak sepenuhnya
menggunakan kurtilas, disesuaikan kemampuan anak, karena jika memaksakan
menggunakan kurtilas maka anak tidak akan berkembang dengan baik dalam
intelektualnya. Namun untuk SMA sudah memakian Kurtilas, untuk tingkat SD dan
SMP baru sebagian saja.
6.
Kepegawaian
No
|
Nama
|
NIP
|
Pendidikan
|
Jabatan
|
1
|
Hj.Muniah Hendayani, S.Pd
|
19551205 197603 2 001
153773363430 0023
|
S1 B.Indonesia 2006
|
G.MADYA
|
2
|
Suprihatin,S.P.d
|
19640315 198703 2 009
46477426 4330 0072
|
S1 Matematika 2006
|
G.MADYA
|
3
|
Tuti Roro Subandrijanah,
S.Pd
|
19630908 198603 2 007 824074
7416 4330 073
|
S1 PLB 1997
|
G.MADYA
|
4
|
Nia Yusniar, S.Pd
|
19641222 198603 2 007 8554
7426 4330 0043
|
S1 B.Indonesia 2007
|
G.MADYA
|
5
|
Sri Wahyuni, S.Pd
|
19680606 199002 2 001 6938
7466 4830 0112
|
S1 B.Indonesia 2007
|
G.MADYA
|
6
|
Dedah Hamidah Farid,
S.Pd
|
19740318 200801 2 004 8650
7526 5430 0022
|
S1 PLB 1999
|
G.PRATAMA
|
7
|
Yosi Kusumawati, S.Pd
|
-
8442 7606 6030 0012
|
S1 PLB 2006
|
G.SUKWAN
|
7.
Hasil
wawancara
Mahasiswa : Apa saja jenis SLB yang ada disini bu?
Narasumber : Disini ada juga yayasannya yaitu
Yayasan Beringin
Bhakti,
disekolahnya ada 3 jenis SLB, yaitu SLB-A (Tuna Netra),
SLB-B (Tuna Rungu), dan SLB-C (Tuna Grahita).
Mahasiswa : Ada berapa tingkatan untuk SLB C bu?
Narasumber : Ada 3 tingkatan, yaitu SD, SMP dan SMA.
Mahasiswa : Berapa jumlah murid SLB C bu?
Narasumber
: Semua Murid SLB-C itu berjumlah 60
orang dri tingkat SD-SMA.
Mahasiswa : Berapa lama jam pelajaran siswa untuk
SLB C bu?
Narasumber : Untuk SLB-C tingkat SD itu hanya 30
jam/minggu.
Mahasiswa : Apakah murid dikelas ini berasal dari
daerah sini semua bu?
Narasumber : Tidak, murid disini tidak hanya berasal
dari daerah sini saja, ada yang dari plered juga, yang paling
jauh itu ada yang dari kabupaten kuningan, anak itu tinggal
diyayasan sini.
Mahasiswa : Berapa jumlah murid di kelas rendah ini
bu?
Narasumber : Dikelas rendah ini muridnya berjumlah 9
orang.
Mahasiswa : Disni IQ yang paling rendah itu berapa bu?
Narasumber : Disini IQ yang paling rendah itu kategori
IQ yang idiot.
Mahasiswa : Apakah ada hambatan yang dihadapi pada
saat proses belajar bu?
Narasumber : Sangat jelas ada, dimulai dari sarana
prasarana yang kurang mendukung, yang jauh rumahnya suka
telat jadi jika datang itu pas giliran istirahat,jika siswa
diberi PR, orang tua tidak berusaha membantu mengerjakan,
orang tua menyerahkan sepenuhnya pembelajaran pada guru kelas.
Jadi orang tua kurang mendukung yang akhirnya kebanyakan anak
tidak mengerjakan PR, dan orang tua kurang teliti, sedangkan
Anak Berkebutuhan Khusus itu sangat membutuhkan sekali
ketelitian, ketekunan, dan ketelatenan, ABK juga butuh
dilatih apalagi yang IQnya rendah. Ada juga siswa yang tidak
bisa diam, suka melempar-lempar buku, suka memukul temannya,
jika ada yang seperti itu guru mau tidak mau siswanya dipakaikan
kursi gembok.
Mahasiswa : Materi apa yang diberikan pada kelas
rendah ini bu?
Narasumber : Materi yang diberikan pada siswa ABK tuna
grahita tingkat SD ini difokuskan pada perbaikan
motorik halus tangan, kebanyakan anak motorik halus
tangannya masih belum bisa. Dalam kelas ini kelebihan atau
intelektual anaknya berbeda-beda, jadi bukan klasikal namun individual.
Dalam pemberian materi pun setiap anak berbeda-beda, ada yang
dalam menebalkan huruf, ada yang menulis angka juga ada yang
masih satuan namun ada juga yang sudah puluhan. Di ABK ini
tidah ditekankan semua anak bisa materi yang sama, namun materinya
itu individual, kalau kita menyampaikan materi yang umum
pasti tidak akan tersampaikan dan tidak akan berjalan dengan
baik.
Mahasiswa : Dalam menyampaikan materi, pembelajaran
seperti apa yang ibu terapkan?
Narasumber : Dalam menyampaikan materi terkadang anak
diajak keluar kelas untuk belajar langsung dengan
objeknya, karena anak butuh benda-benda kongkrit dalam
belajar. Misalnya di pelajaran IPA, membahas ayam dan kambing.
Ayam kakinya berapa? Kalau dikelas anak hanya melihat
gambar, anak cenderung menjawab 3, tapi jika dibawa
melihat langsung diluar kelas anak itu cenderung
menjawa benar yaitu 2. Begitu juga pada kambing, ketika
guru menanyakan kaki kambing ada berapa anak hanya
menjawab 2, itu pada saat siswa hanya melihat gambar.
Namun pada saat dibawa keluar anak itu cenderung benar dalam
menjawab yaitu 4. Jadi ABK itu harus lebih banyak belajar
diluar kelas untuk mengenal lingkungan yang kongkrit.
Mahasiswa : Kurikulum apa yang diterapkan dikelas
rendah ini bu?
Narasumber : Dikelas SDLB rendah ini kurikulum yang
dipakai masih KTSP.
B
Kesimpulan
Dari hasil observasi diatas, kami dapat
menyimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus pada tuna grahita itu harus di
awasi dengan ketelitian, ketekunan dan ketelatenan, karena hal itu yang bisa
memicu keberhasilan guru mendidik. ABK tuna grahita juga dalam pembelajarn itu memerlukan
pembelajaran dengan benda-benda kongkrit, sehingga memudahkan siswa dlam hal
belajar. ABK ini juga butuh perhatian yang khusus dari orang tua, karena kebanyakan itu yang sangat penting diperlukan yaitu curahan kasih sayang dari orang
tua.
BAB V
PENUTUP
A
Kesimpulan
Tunagrahita ialah sebutan untuk anak
dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan
dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas. Klasifikasi anak
tunagrahita dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita
sedang, dan tunagrahita berat. Sedangakan faktor penyebab ketunagrahitaan
antara lain yaitu, disebabkan oleh faktor keturunan, gangguan metabolisme dan
gizi, infeksi dan keracunan, trauma dan zat raioaktif, masalah pada kelahiran,
dan faktor lingkungan. Ketunagrahitaan dapat kita cegah dengan cara, diagnostik
prenatal, imunisasi, tes darah, pemeliharaan kesehatan, program KB, sanitasi
lingkungan, penyuluhan genetik, tindak operasi, dan intervensi dini.
Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita pada umumnya dapat dilihat dari
segi : (1) Fisik (Hampir sama dengan anak normal, Kematangan motorik lambat, Koordinasi
gerak kurang, Anak tunagrahita berat dapat kelihatan), (2) Intelektual (Sulit
mempelajari hal-hal akademik, Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya
paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70, Anak
tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia
7, 8 tahun IQ antara 30 – 50, Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya
setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah), (3)Sosial dan
Emosi (Bergaul dengan anak yang lebih muda, Suka menyendiri, Mudah dipengaruhi,
Kurang dinamis, Kurang pertimbangan/kontrol diri, Kurang konsentrasi, Mudah
dipengaruh, Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain).
Ada beberapa pendidikan dan layanan
khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu kelas transisi, sekolah khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C
dan C1/SLB-C,C1), pendidikan terpadu, sekolah di rumah, pendidikan inklusif,
dan panti (griya) rehabilitasi. Layanan pendidikan yang diberikan kepada anak
tunagrahita juga memiliki ciri khusus dan prinsip khusus agar perkembangan
mereka meningkat.
Ada beberapa
strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk anak tunagrahita antara lain,
strategi pembelajaran yang diindividualisasikan, kooperatif, dan modifikasi
tingkah laku. Begitu pula untuk media pembelajaran yang digunakan untuk anak
tunagrahita tidak jauh berbeda dengan anak normal, hanya
saja pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar
yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan
intelektualnya. Evaluasi belajar anak tunagrahita dapat diukur melalui
waktu mengadakan evaluasi, alat evaluasi yang digunakan, kriteria keberhasilan,
pencatatan hasil evaluasi.
B
Saran
Dalam sistem
pendidikan saat ini, banyak terdapat sekolah inklusif di mana layanan
pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan digabungkan.
Dengan begitu, kita sebagai seorang guru sudah seharusnya mempelajari bagaimana
cara menangani anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak tunagrahita agar
dapat mengembangkan potensi anak tersebut menjadi lebih baik. Jadi, tidak hanya
anak normal saja yang dapat kita kembangkan potensinya.