adopt your own virtual pet!

contact person

Senin, 24 November 2014

Pembelajaran Kelas 2 tema 4 sub tema 2

KELAS II
Tema : Aku dan Sekolahku
Subtema: Kegiatan Ekstrakurikulerku
pembelajaran : 3

Kompetensi Dasar
Matematika
3.4 Mengenal nilai tukar antar pecahan uang
4.4 mendemonstrasikan berbagai penukaran uang di depan kelas dengan berbagai kemungkinan jawaban Indikator
3.4.3 Menentukan banyak pecahan uang dari nilai pecahan uang tertentu yang ditukar dengan pecahan uang lainnya.
4.4.3 Mendemstrasikan cara menentukan banyak pecahan uang dari nilai pecahan uang tertentu ditukar dengan pecahan uang lainnya.
Kompetensi
Bahasa Indonesia
4.2 Memperagakan teks cerita narasi sederhana tentang kegiatan dan bermain dilingkungan secara mandiri dalam bahasa indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu penyajian Indikator
4.2.3 Membacakan cerita narasi yang telah ditulis dengan lafal dan intonasi yang jelas Kompetensi Dasar SBdP
3.2 Mengenal pola irama lagu bertanda birama tiga, pola bervariasi dan pola irama rata dengan alat musik ritmis
4.7 Menyanyikan lagu anak-anak sederhana dengan membuat kata-kata sendiri yang bermakna Indikator
3.2.2 Menunjukan pola irama lagu bertanda birama tiga pada alat musik ritmis
4.7.2 Menyanyikan lagu anak-anak sederhana dengan kata-kata sendiri yang bermakna



Ayo membaca! 
Bacalah teks berikut dengan percaya diri! 
Topik Nyanyian Dayu Hari ini Dayu dan teman-teman akan mengikuti latihan menyanyi.dua minggu lagi mereka akan mengikuti lomba menyanyi dengan sekolah lain. Namun, Dayu dan teman-teman belum tahu lagu yang akan dinyanyikan.mereka saling mengungkapkan pendapat. Dayu teringat tentang kegiatannya sebelum sampai disekolah. Dayu naik becak dan menyenangkan. Mereka akhirnya sepakat akan menyanyikan lagu berjudul''Hai Becak''.


Ayo bernyanyi!
Dayu dan temannya sudah tahu lagu yang akan dinyanyikan.
Mereka akan menyanyika lagu''Hai Becak'' perhatikan teks lagu ''Hai Becak'' berikut!
Kemudian nyanyikan dengan percaya diri!
Hai Becak ciptaan:Ibu Sud
saya mau tamasya
berkeliling-keliling kota
hendak melihat-lihat
keramaian yang ada
saya panggilkan becak
kereta tak berkuda
becak! Becak! Coba bawa saya.
Saya duduk sendiri
 sambil mengangkat kaki
melihat dengan asyik
ke kanan dan ke kiri
lihat becakku lari
bagaikan takkan  berhenti
becak! Becak! Jalan hati-hati

Ayo menyanyikan menggunakan alat musik ritmis! 
Kamu masih ingat dengan alat musik ritmis bukan? 
Dayu kembali menyanyikan lagu ''Hai Becak''. 
Kali ini menggunakan alat musik ritmis yaitu rebana. 
Bisakan kamu memainkan rebana? 
Mainkanlah dengan meminta bantuan orang tuamu!

Ayo menulis! 
Siapkanlah alat tulismu, kita akan belajar membuat syair lagu. 
Belajarlah diluar rumah, dan amati benda yang kamu sukai! 
Buatlah lagu dengan kata-katamu sendiri sesuai benda yang kamu amati pada bukumu! 
Buatlah syair mengikuti irama lagu''Hai Becak''! 
Kemudian nyanyikan lagu yang kamu buat dengan percaya diri!

Ayo mengamati!
Ayo menentukan nilai mata uang!
Dayu neik becak ke sekolah. Ongkos becak yang harus di bayar Rp.1000.
Dayu masih mempunyai sisa uang, yaitu Rp.2.000.
Dayu ingin menukarkan uangnya dengan uang seribuan.
Itu digunakan untuk ongkos becak ketika pulang.
Bagaimana menukanya?
Perhatikanlah! Rp.2.000 = Rp.1.000 + Rp.1.000 sudahkah kamu mengerti?
Jika sudah ayo kerjakanlah soal berikut di bukumu!
1. Rp.5.000=Rp.1.000+...+...+...+... 
2. Rp.2.000=Rp.1.000+... 
3. Rp.1.000=Rp.500+... 
4. Rp.1.000=Rp.200+...+...+...+... 
5. Rp.500=RP.100+...+...+...+...

Rabu, 12 November 2014

kutipan buku




IRONI PROFESI GURU
Tidak memiliki bekal yang cukup tentang seluk beluk mekanisme bekerjanya otak, sebagian besar guru tidak mampu menyelaraskan proses pembellajaran yang dilakukan dengan cara bekerjanya otak murid-muridnya. Akibatnya pun bermacam-macam, seperti:
1.      Pembelajaran yang cenderung monoton dan membosankan
2.      Guru yang tidak mampu menggali bakat dan potensi murid,
3.      Guru yang lebih sering marah ketimbang sabar saat menghadapi murid yang dianggap nakal dan bodoh.
4.      Model pembelajaran yang hanya terfokur pada pengembangan kecakapan akademis semata dan melupakan kecakapan hidup lain.
Dengan kondisi semacam itu, maka berbagai hambatan pembelajaran yang muncul dalam proses belajar mengajar pun sulit untuk dijinakan. Kalau pun ada usaha untuk menjinakan maka yang dilakukannya tidak sesuai dengan maunya otak.
Melalui guru yang hebat, berhasil menjadi institusi pendidikan yang memperdayakan sekaligus membahagiakan anak didiknya. Sekolah semacam ini bukan sekadar mengejar pencapaian pembelajaran kognitif, namun juga mengembangkan pembelajaran afektif. Sayangnya, tidak banyak sekolah yang memiliki guru hebat sepeti itu. Padahal guru yang hebat berpotensi besar menghasilkan murid yang dahsyat.
Membangun sekolah hakikatnya, adalah membangun keunggulan sumberdaya manusia. Sayangnya, banyak sekolah yang sadar atau tidak, malah membunuh banyak potensi siswa-siswa didiknya. Sebab, banyak sekali sekolah dinegeri ini yang berpredikat ‘sekolah robot’ mulai dari proses pembelajaran, target keberhasilan sekolah, sampai pada sistem penilaiannya. Kalau sudah seperti ini, sekolah bukannya mengembangkan potensi anak didik, melainkan justru mengerdilkannya.
Mengembangkan potensi anak didik sama artinya dengan menempatkan para siswa sebagai manusia yang utuh. Yakni manusia yang di dalamnya tersimpan potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Konsekuensinya adalah ketiga potensi tersebut harus mendapatkan sentuhan yang proporsional, agar kelak pada kemudian hari anak didik tersebut mampu tumbuh dan berkembang sebagai manusia seutuhnya.
OTAK ANDA DAN MURID-MURID ANDA
Otak manusia memiliki tiga fungsi : (1) fungsi rasional logis, (2) fungsi emosional intuitif, dan (3) fungsi spiritual. Ketiga fungsi inilah yang memungkinkan otak untuk menjadi penentu kualitas diri manusia. Sementara oragan tubuh manusia lainnya tidak memiliki ketiga fungsi tersebut.
OTAK PRIA DAN OTAK WANITA
Minat anak laki-laki dan anak perempuan pada masa kanak-kanak, pubertas, dan dewasa menunjukan perbedaan yang nyata. Pada masa kanak-kanak, anak laki-laki memiliki minat yang besar pada kemenangannya, gerakan, pengejaran benda, permainan eksplorasi dan kasar dengan sesama laki-laki. Sedangkan anak perempuan memiliki minat yang besar pada aktivitas bermain dan bersenang-senang dengan sesama perempuan, bukan dengan anak laki-laki.
Sementara pada masa pubertas, anak perempuan lebih berminat daya tarik seksual, sangat tertarik pada cinta, dan cenderung menghindari orng tua. Sedang anak laki-laki lebih berminat pada penguasaan wilayah, interaksi sosial, fantasi seksual, mulai tidur lebih malam dan bangun lebih siang, serta menantang otoritas.
Dengan memahami hal itu, maka kita bisa lebih menerima jika ekspresi murid laki-laki kita memang berbeda dengan ekspresi murid perempuan. Sehingga kita tidak perlu pusing jika menyaksikan murid kali-lakilebih banyak bertingkah dibanding murid perempuan. Juga tidak perlu kaget ketika menyaksikan murid perempuan kita mulai suka bersolek saat memasuki masa pubertas.
Dan ketika mereka sampai pada masa dewasa, minat mereka pun ternyata juga berbeda. Laki-laki dewasa lebih mencurahkan perhatian pada pekerjaan, karier, dan uang. Sedang perempuan dewasa lebih banyak memusatkan perhatian mereka pada menemukan pasangan hidup, cinta dan kasih sayang maupun penghargaan.
OTAK KIRI DAN OTAK KANAN
Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensisial, linier dan rasional. Artinya serba urut dan teratur. Cara berpikir otak kiri sesuai ntuk tugas-tugas ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi, auditorial, menempatkan detail dan fakta. Fonetik, serta simbolisme.
Berbeda dengan otak kiri, otak kanan kita dan murid-murid kita memiliki cara berpikir yang bersifat acak, tidak teratur, untuitif dan holistik. Cara berpikir sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui hal-hal yang bersifat nonverbal, seperti perasaan dan emosi, pengenalan bentuk dan pola, musik dan seni, kepekaan warna, serta kreativitas dan visualisasi.
Penting untuk anda ketahui bahwa kedua belah otak itu harus berfungsi secara seimbang. Belajar akan terasa mudah bagi kita, kalau kita mau memilih untuk menggunakan bagian otak yang diperlukan dalam setiap aktivits yang sedang kita kerjakan. Begitu pula dengan murid-murid kita.
Kelas pembelajaran kita harus dirubah, jika anda selama ini jarang memberikan nutrisi pada otak kanan muri anda, sekaranglah saatnya anda berikan. Musik, estetikaa dan seni perlu anda masukan ke dalam pengalaman belajar murid-murid anda. Untuk menimbulkan emosi positif pada diri mereka. Ini sungguh penting. Sebab emosi positif ternyata mampu meningkatkan kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.
OTAK DAN PIKIRAN
Mendeteksi makanan dan minuman otak atau pikiran :
1.      Makanandan minuman yang masuk ke otak atau pikiran bersifat abstrak dan sangat halus, karena abstrak dan hallus ini maka jadi sulit dideteksinya.
2.      Memakan atau meminum yang masuk ke otak atau pikiran kita tiak pernah menyadarinya.
3.      Otak atau pikiran Mengkonsumsi makanan dan minuman setiap saat. Dalam sehari rata-rata otak atau pikiran tidak kurang dari 150.000 kali.
4.      Makanan dan minuman yang masuk ke otak atau pikiran tak ada seorang pun yang bisa membantunya, hanya anda sendiri lah yang bisa mengontrolnya.
Jelas sekarang, bahwa makanan dan minuman yang masuk ke oak atau pikiran anda itulahh yang akan berdampak pada perasaan ataua suasana hati anda. Begitu pula yang di alami oleh murid-murid anda. Anda memasukan makanan dan minuman yang tidak menyehatkan ke dalam otak atau pikiran mereka (seperti kata-kata negatif, tatapan mata sinis, raut muka kebencian, atau sikap dan perilaku tak bersahabat), maka hampir bisa dipastikan perasaan atau suasana hati murid-murid anda menjadi tidal nyaman. Dan ingat, kalau sampai ini terjadi, jangan harap pembelajaran akan menjadi efektif.
Dengan demikian menghadapi beragam murid yang tingkat kecerdasan sikap dan perilakunyan juga bermacam-macam, anda tidak perlu mengembangkan pikiran negatif. Sikapilah kondisi tersebut secara positif.
OTAK DAN BELAJAR
Otak manusia memiliki kemampuan belajar lima versi :
1.      Versi emosional. Dalam versi ini otak anda murid-murid anda mempelajari hal-hal yang berkait dengan hasrat (passion). Karena berkaitan dengan hasrat, maka pembelajaran yang anda desain haruslah menarik dan memotivasi. Disini anda bertindak sebagai mentor bagi para murid dengan :
a.       Menunjukan antusiasme yang tulus kepada siswa
b.      Membantu siswa menemukan hasrat untuk belajar
c.       Membimbing siswa mewujudkan target pribadi yang masuk akal
d.      Mendukung siswa dalam upaya menjadi apa pun yang bisa mereka capai
2.      Versi sosial. Dalam versi ini otak anda dan murid-murid anda mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan interaksi sosial. Karena berkait dengan interaksi sosial, maka pembelajaran yang anda rancang harus mampu menciptakan keakraban. Disini anda berkedudukan sebagai mitra (partner) bagi para murid dengan :
a.       Berkolaborasi dengan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang nyata
b.      Membantu siswa meningkatkan toleransi terhadap perbedaan
c.       Membimbing siswa untuk fokus pada kelebihan ketimbang kelemahan pribadi
3.      Versi kognitif.dalam versi ini otak anda dan murid-murid anda mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan rasio dan logika. Karena berkait dengan pengembangan rasio dan logika, maka pembelajaran yang harus anda rancang adalah pembelajaran yang memberikan inspirasi. Di sini anda berkedudukan sebagai fasilitator bagi murid-murid anda dengan :
a.       Mempelajari aktivitas membaca, menulis, berhitung dan aktivitas pengambangan kecakapan akademis lainnya
b.      Membantu siswa menemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang mereka hadapi
c.       Membimbing siswa untuk memahami dan mengerti atas berbagai fenomena di sekeliling mereka
4.      Versi fisik.dalam versi ini otak anda dan murid-murid anda mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Karena berkait dengan aktivitas fisik, maka pembelajaran yang harus anda siapkan adalah pembelajaran yang energik dan dinamis. Di sisni anda berkedudukan sebagai pelatih bagi murid-murid anda dengan :
a.       Melakukan aktivitas pembelajaran yang melibatkan fisik/jasmani
b.      Membantu siswa menyiapkan sendiri bahan-bahan pelajaran yang mereka butuhkan
c.       Membimbing siswa untuk gemar bereksperimen dan berpetualang
5.      Versi refleksi. Versi ini otak anda dan murid-murid anda mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan eksistensi diri. Karena berkait dengan eksistensi diri, maka pembelajaran yang harus anda siapkan adalah pembelajaran yang imajinatif. Di sisni anda berkedudukan sebagai pencari baakat bagi murid-murid anda dengan :
a.       Mengelabirasi modalitas belajar dan kecerdasan majemuk siswa
b.      Membantu siswa mengingat kembali pengalaman-pengalaman positif dan prestatif
c.       Membimbing siswa mengenali lebih lanjut jauh siapa dirinya
d.      Mendukung siswa dalam upaya menciptakan visi hidupnya
OTAK DAN MODALITAS
Setiap orang memiliki modalitas belajar yang berbeda-beda. Ada yang menonjol visualnya (belajar dengan melihat), ada yang menonjol auditorinya (belajar dengan mendengar), dan ada pula yang menonjol kinestetiknya (belajar dengan bergerak).
Semua modalitas belajar itu juga dimiliki oleh murid-murid anda. Mereka menerima materi pembelajaran dari anda dengan cara yang berbeda. Karena itu, menggunaakn metode pembelajaran yang variatif, diyakini oleh para ahli akan melahirkan hasil belajar yang lebih baik.
Jika kita memahami dengan benar bagaimana otak manusia bekerja, sangat penting artinya bagi proses pembelajaran yang kita lakukan. Kalau selama ini anda sering mengalami kesulitan dalam menciptakan suasana pembelajaran yang asyik, nyaman, dan menyenangkan itu sama sekali bukan karena anda tidak berbakat. Bukan anda tidak mampu. Tapi semata-mata karena bekal pemahaman anda tentang otak belumlah memadai.


NILAI AKADEMIS BUKAN SEGALANYA
Kepintaran atau kecerdasan akademis, yang sering menggunakan parameter nilai atau indeks prestasi, sekali lagi bukanlah segalanya. Setelah tidak sekolah alias bekerja, nilai-nilai tadi sama sekali tidak ada gunanya. Karena nilai itu memang tidak penting. Yang sesungguhnya terus berguna bagi kita tidak lain adalah penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan kematangan pribadi. Bukan angka atau nilai.
Karena itu, mulai saat ini anda sudah tidak boleh lagi menjadikan nilai atau indeksprestasi sebagai satu-satunya ukuran penilaian terhadap keberhasilan seorang murid.
KECERDASAN KONVENSIONAL VERSUS KECERDASAN SUKSES
Anak pertama disebut memiliki kecerdasan konvensional, sedangkan anak kedua memiliki kecerdasan sukses. Kecerdasan konvensional adlah kecerdasan akademis, sedangkan kecerdasan sukses yaitu sekumpulan kemampuan terpadu yang dibutuhkan seseorang untuk mencapai kesuksesan itu, dalam konten sosio-kultural.
Orang orang yang memiliki kecerdasan sukses adalah orang-orang yang mengenali kekuatan-kekuatannya, dan dalam waktu yang sama mampu mengenali jalan atau cara untuk memperbaiki atau mereduksi kelemahan-kelemahannya tersebut.
Selain itu, orang-orang yang cerdas dan sukses juga berkemampuan menyesuaikan diri, membentuk, dan memilih lingkungan dengan menggunakan keseimbangan antara kemampuan analitis, kreatif dan praktis. Kemampuan analitis digunakan pada saat orang menganalisis, mengevaluasi, membandingkan dan membedakan. Kemampuan kreatif digunakan pada saat orang membuat, menciptakan, atau menemukan. Sedangakkn kemampuan praktis digunakan pada saat orang mempraktikan, menerapkan, atau menggunakan apa yang telah ia pelajari.
KECERDASAN KONVENSIONAL VERSUS KECERDASAN MAJEMUK
Setiap orang sesungguhnya memiliki karunia tuhan berupa kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Selain kecerdasan logis matematis (yang selama ini diidentikan dengan kepandaian), setiap orang juga memiliki kecerdasan fisik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan maturalis.
Kareni itu, sebagai guru anda tidakboleh terburu-buru menjatuhkan vonis bahwa anak yang tidak menguasai matematika berarti bodoh. Atau anak IPA lebih pintar daripada anak IPS. Atau anak yang nilai rapornya pas pasan berarti tidak bisa bersaing, sehingga masa depannya suram. Jangan pernah anda lakukan itu. Tetaplah sebagai guru, tidak perlu mencoba-coba jadi dukun atau paranormal.
WACANA PRESTASI AKADEMIK VERSUS WACANA PERKEMBANGAN MANUSIA
Situasi pendidikan seperti yang kita rasakan sampai saat ini sebenarnya merupakan akibat dari berkembangnya wacana prestasi akademik yang telah melanda dunia sejak diciptakannya tks kecerdasan (tes IQ) oleh alfred Binet 1905. Menurut Thomas Armstrong banyak konsekuensi negatif, yaitu :
1.      Wacana prestasi akademik mengabaikan bidang-bidang tertentu dalam kurikulum yang sebenarnya merupakan bagian dari pendidikan utuh yang di perlukan siswa guna meraih keberhasilan dan pemenuhan dalam hidup.’’Karena fokus prestasi akademik utamanya hanya pada mata pelajaran akademik inti (membaca, menulis, matematika dan sains) maka bagian kurikulum yang di anggap sebelah mata (seni, musik, olahraga dan sebagainya) cenderung diabaikan.
2.      Wacana prestasi akademik mendorong pengajaran sebatas pada persiapan menghadapi ujian. Karena tes prestasi dijadikan tolak ukur satu-satunya atau faktor utama bagi perkembangan siswa dan sekolah, pendidik akhirnya mengahadapi ujian dan menjauh daru tujuan utama pembelajaran itu sendiri.
3.      Wacana prestasi akademik mendorong para murid menyontek dan menjiplak.
Tugas guru bukablah menyiapkan para murid agar nilainya bagus dan lulus ujian. Tetapi menyiapkan mereka agar menguasai ilmu pengetahuan. Keterampilan dan kematangan pribadi yang dibutuhkan untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat, selama mereka berada di lingkungan sekolah.
PEMBELAJARAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER
Strategi mikro pembentukan karakter atau budi pekerti di tingkat sekolah meliputi KBM (kegiatan belajar mengajar) di kelas, budaya sekolah (kegiatan/aktivitas keseharian di sekolah), dirumah dan masyarakat, harus berjalan secara stimultan dan sinergis. Karena itu, saya menerjemahklan senua itu dalam langkah-langkah implementasi berikut ini.
Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, seorang guru selain menjalankan tugas pokok dan fungsi atau tupoksinya, selain tentunya menjadi teladan bagi murid-muridnya. Tugas ini sejalan dengan istilah guru itu digugu dan ditiru. Disamping itu guru juga senantiasa membentuk ABC-nya, attitude  (sikap), belief (keyakinan), dan commitmen (komitmen), melalui pembelajaran yang menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang memiliki keunikannya masing-masing.
Kegiatan ekstrakurikuler juga berpotensi membentuk karakter positif murid, jika diselenggarakan dengan sungguh-sungguh. Sebab banyak kegiatan ekstrakurikuler yang mampu membentuk sportivitas, etika, estetika, kerja sama, perasaan senasib, dan lain-lain. Karena itu, kegiatan tidakboleh lagi dilaksanakan asal-asalan atau setengah hati. Dan penghargaan sekolah terhadap prestasi murid di bidang ini juga harus berimbang dengan mereka yang berprestasi secara akademik.

MENJADI GURU YANG LEBIH MANUSIAWI
Guru saatnya berubah menjadi lebih baik lagi dan keluar dari belenggu zona nyaman yang telah membelenggu anda bertahun-tahun.
MODEL QUANTUM TEACHING
Seorang guru harus meraih sepenuhnya hak mengajarnya karena murid telah memberikannya secara sukarela kepadanya.
Pertama, bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita kedalam dunia mereka. Kaidah ini memberikan petunjuk kepada kita bahwa sebelum kita mengajar, kita harus bisa diterima dengan baik oleh murid-murid kita.
Kedua, pembelajaran model ini merupakan perpaduan dari berbagai pendekatan teori pendidikan. Dengan begitu pembelajaran ini bisa membantu anda untuk menciptakan suasana pembelajaran yang segar, aktratif, dan menyenangkan.
MODEL PERKEMBANGAN MANUSIA
Pertama, menjadi manusia seutuhnya adalah bagian terpenting dari belajar. Ini sesuai dengan makna kata pendidikan yang berasal dari bahasa latin educare artinya untuk memajukan.
Kedua, mengukur pertumbuhan pembelajaran di tengah pengalaman belajar itu sendiri. Artinya, yang terpenting dalam mengevaluasi belajar para murid bukan terletak pada hasil.
Ketiga, wacana perkembangan manusia lebih menyulai kurikulum yang lebih fleksibel, dibuat untuk individu dan yang memberi murid pilihan bermakna.
Keempat, metode penilaian kemajuan murid lebih menekankan pada penilaian ipsatif. Artinya, kemajuan belajar seorang murid tidak lagi di bandingkan dengan murid lainnya, atau standar normatif tertentu, tetapi dengan dirinya sendiri pada masa yang lalu.
MODEL SEKOLAH DAN GURUNYA MANUSIA
Sekolah manusia adalah sekolah yang menghargai berbagai kecerdasan murid. Ada beberapa prinsisp yang perlu dilaksanakan untuk menjadikan sekolah sebagai berikut:
1.      Prinsip ‘religion and character building’.
2.      Prinsip ‘agent of change’
3.      Prinsip ‘the best process’
4.      Prinsip ‘the best teacher’
5.      Prinsip ‘active learning’
6.      Prinsip ‘applied learning’
7.      Prinsip management control’
8.      Prinsip ‘multiple intelligence research’



SAATNYA GURU MENJADI AGEN PERUBAHAN
Setiap orang, dalam peran dan fungsinya masing-masing memiliki kesanggupan untuk menjadi katalisator terciptanya perubahan. Apakah itu untuk dirinya sendiri maupun untuk kepentungan pihak lain. Dan untuk menjadi katalisator perbuhan pihak lain. Dan untuk menjadi katalisator perubahan itu, kesempatan itu selalu ada. Karena setiap detik, menit jam, hari, dan seterusnya adalah kesempatan yang disediakan Tuhan bagi siapa saja yang ingin melakukan perubahan. Tak terkecuali guru.
Perubahan,khususnya yang terjadi pada diri manusia. Bisa dipilah menjadi dua kategori yaitu perubahan yang bersifat sementara dan perubahan yang bersifat permanen. Perubahan yang bersifat sementara, baisanya berhubungan dengan perasaan, sedang perubahan yang permanen umumnya berhubungan dengan perubahan pikiran. Maka bisa dipahami, jika ada orang ikut diklat atau pembelajaran yang mengaduk-ngaduk emosi, sehingga peserta sampai menangis tersedu-sedu misalnya. Dampak perubahan yang ditimbulkan saat itu memnag luar biasa. Tapi biasanya tidak berlangsung lama. Begitu ia kembali ke habitatnya,ia juga akan segera kembali ke selera asal.

Laporan Observasi



BAB I
PENDAHULUAN
A      Latar Belakang
Istilah tunagrahita mungkin masih asing bagi pendengaran meskipun bukan tidak mungkin setiap hari berhadapan dengan salah seorang siswa yang sebenarnya mengalami ketunagrahitaan.  Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelegensi yang terlambat. Setiap klasifikasi selalu diukur dengan tingkat IQ mereka, yang terbagi menjadi tiga kelas yakni tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, terbelakang mental, retardasi mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal dengan beberapa istilah, yaitu mental retardation, mental deficiency,  mentally handcapped, feebleminded dan lain-lain.
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan bukan kondisi psikologi. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan, yaitu lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967, terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983, tunagrahita digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Semua istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun, semua istilah tersebut tertuju pada pengetian yang sama yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung pada masa perkembangan. Dari latar belakang di atas maka kami mencoba menyusun makalah yang berjudul “Anak Berkebutuhan Khusus – Tunagrahita”.
B       Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka terdapat rumusan amsalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian tunagrahita?
2.      Bagaimana ciri-ciri tunagrahita?
3.      Apa faktor penyebab anak terhambat intelektualnya?
4.      Metode pembelajaran apa yang diterapkan untuk tunagrahita?
5.      Bagaimana upaya pencegahan dan layanan bimbingan pada tunagrahita?
6.      Bagaimana informasi dan kesimpulan dari hasil observasi yang telah dilakukan?
C      Tujuan Observasi
dari rumusan diatas, maka terdapat tujuan observasi sebagai berikut :
1.      Mengetahui pengertian tunagrahita.
2.      Mengetahui ciri-ciri anak yang mengalami penghambatan tunagrahita.
3.      Mengetahui faktor penyebab anak dengan hambatan intelektualnya.
4.      Mengetahui metode pembelajan yang digunakan untuk tunagrahita.
5.      Mengetahui upaya pencegahan dan layanan bimbingan tunagrahita.
6.      Mengetahui keadaan tunagrahita secara langsung.
7.      Mampu menyimpulkan isi hasil observasi.
D      Manfaat Observasi
1.      Meningkatkan pemahaman guru.
2.      Mengevaluasi cara pengajaran guru.
3.      Mampu memilih metode yang efektif dan cocok untuk digunakan kelak.
4.      Meningkatkan kreatifitas guru.







BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A      Pengertian Hambatan Intelektual (TunaGrahita)
Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian tunagahita pun bermacam-macam.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada kemampuan  daya tangkap yang kurang. Secara global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang maksimal.
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut.
“Mental retardaction refers to significantly subaverage general Intellectual functioning resulting in or adaptive behavior and manifested during the developmental period”. Artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya.
Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR (1987) menggariskan bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita perhatikan adalah sebagai berikut:
1.      Fungsi Intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar menyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh: anak normal rata-rata IQ 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
2.      Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang bersagkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
3.      Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada masa perkembanngan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka yang brsangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita.
B       Ciri-ciri Anak dengan Hambatan Intelektual
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan sosialnya sedemikian rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga untuk mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran dengan program khusus.
Untuk lebih jelasnya karakteristik anak tunagrahita dapat dilihat sebagai berikut :
1.      Karakteristik mental, meliputi :
a.       Mereka menunjukan kecenderungan menjawab dengan ulangan respon terhadap pertanyaan yang berbeda
b.      Mereka tidak mampu memberikan kritik
c.       Kemampuan assosiasinya terbatas
d.      Mereka tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit dalam jiwanya/ingatannya
e.       Kapasitas inteleknya sangat rendah
f.       Cenderung memiliki kemampuan berpikir kongkrit daripada abstrak
g.      Mereka tidak mampu menditeksi kesalahan-kesalahan dalam pernyataan
h.      Mereka terbatas kemampuannya dalam penalaran dan visualisasi dan
i.        Mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi
2.      Karakteristik fisik, meliputi :
a.       Mereka mengalami keterbelakangan ringan sebagian besar tidak mengalami kelainan fisik, sedangkan yang tingkat sedang dan berat cenderungmemiliki kelainan fisik (koordinasi motorik, penglihatan, pendengara, dsb)
b.      Mereka cenderung memiliki penyimpangan fisik dari bentuk rata-rata, misalnya adanya ketidaksamaan/ketidakserasian antara kepala dan wajah(muka),ukuran besar kepala  ada yang besar dan atau kecil, tatanan giginya,dsb
c.       Biasanya mereka mengalami hambatan bicara dan berjalan
d.      Pemeliharaan diri kurang
3.      Karakter sosial-emosi, meliputi :
a.       Ada kecenderunagan tidak mampu menyasuaikan diri karena mengalami kesulitan dalam tingkah lakunya
b.      Minat permainan mereka tidak cocok dengan anak yang sama usia mentalnya daripada usia kronologisnya
c.       Sering tidak mampu memenuhi tuntutan atau harapan kelompok atau masyarakat dan
d.      Memiliki problem emosi dan tingkah laku dan agak lebih banyak yang nakal daripada anak yang normal intelegensinya
4.      Karakteristik akademis, meliputi :
a.       Kemampuan belajarnya sangat rendah dan lambat
b.      Mereka yang termasuk tingkat ringan masih dapat diberikan mata pelajaran akademik (membaca, menulis, berhitung dsb)
5.      Karakteristik pekerjaan, meliputi :
a.       Yang dapat dituntut untuk bekerja hanya mereka yang tergolong tingkat ringan dan pada batas-batas tertentu bagi tingkat menengah, dan
b.      Bagi yang tingkat ringan pada usia dewasa dapat belajar pekerjaan yang sifat nya “skilled” dan “semiskilled”, kendatipun menurut penelitian ternyata kira-kira 80% atau sebagian besar yang dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang sifatnya “unskilled” atau “semiskilled”
              Masalah-masalah yang mereka miliki relatif berbeda, walaupun demikian ada juga kesamaan masalah yang dirasakan bersama oleh sekelompok mereka. Kemungkinan-kemungkinan masalh yang dihadapi anak terbelakang dalam konteks pendidikan, diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut :
1.      Masalah kesulitan dalam kehiupan sehari-hari. Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Masalah kesulitan belajar. Dapat disadari dengan keterbatasan kemampuan berfikir bagi mereka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa mereka pasti mengalami kesulitan belajar, sudah barang tentu di bidang studi akademik (misalnya matematika, IPA, IPS, dan bahasa), sedangkan untuk bidang studi non-akademik tidak banyak mengalami kesulitan belajar.
3.      Masalah penyesuaian diri. Masalh ini berkaitan dengan masalah-masalah utau kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu disekitarnya disadari bahwa kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh tngkat kecerdasan.
4.      Masalah penyaluran ke tempat kerja. Secara empirik banyak dilihat di depan kita bahwa kehidupan anak terbelakang cenderung banyak yang masih menggantungkan diri terhadap orang lain teruama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, bahkan dapat dibilang belum ada (krana sedikitnya).
5.      Masalah gangguan kepribadian dan emosi. Memahami akan karakteristik mentalnya, nampak jelas adanya kemampuan berpikir, keseimbangan kepribadiannya kurang konstan atau labil,kadang-kadang stabil dan kadang pula kacau.
6.      Masalah pemanfaatan waktu terluang. Adalah wajar bagi anak terbelakang dalam tingkah lakunya sering menampilkan prilaku yang nakal
C      Faktor Penyebab Anak dengan Hambatan Intelektual
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai faktor. Para ahli membagi faktor penyebab tersebut atas beberapa kelompok. Strauss membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lain-lain.
Cara lain yang sering digunakan dalam pengelompokan faktor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran (natal), dan setelah lahir (postnatal). Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan.

1.      Faktor keturunan.
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan, meliputi hal berikut:
a.       Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari bentuk dapat berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalanmeiosis, yaitu salah satu pasangan tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel); duplikasi (kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga trejadi kelebihan kromosom pada salah satu sel lainnya) translokasi ( adanbya kromosom yang patah dan patahnya menempel pada kromosom lain).
b.      Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya tampak dari luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan untuk memahaminya, yaitu kekuatan kelainan tersebut, dan tempat gena (lucos)yang mendapat kelainan.
2.      Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu. Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan gizi, antara lain phenylketonuria (akibat metabolisme saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak ) dan gejala yang tampak berupa ketidak normalan tinggi badan ,kerangka tubuh yang tidak proporsional , telapak tangan lebar dan pendek, persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tuna grahita; cretinism (keadaan hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirkan ) dengan gejala kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan.
3.      Infeksi dan keracunan
Keadaan ini  disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada didalam kandungan . penyakit yang dimaksut antara lain rubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran , penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kueang ketika lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun, hampir pada semua kasus berakibat ketunagrahitaan.
4.      Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerluka alat bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinarX selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly.
5.      Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran,misalnya kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak ,kejang dan napas pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit
6.      Faktor lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya ketunagrahitaan. Telah banyak penelitian yang digunakan untuk pembuktian hal ini, salah satunya adalah penemuan patton & Polloway bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan  menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan .
Latar belakang pendidikan orangtua sering  juga dihubungkan dengan masalah-masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikian dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan poitif dalam masa perkembangan anak menjadi penyebab salah sau timbulnya gangguan.
D      Metode Pembelajaran untuk Anak dengan Hambatan Intelektual
1.      Strategi 
Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunagrahita pada prinsipnya tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Pada prinsipnya menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan tujuan pelajaran, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Strategi yang efektif pada anak tunagrahita belum tentu akan baik bagi anak normal dan anak berinteligensi tinggi. Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi pembelajaran bagi mereka yang belajar di sekolah luar biasa. Berikut penjelasan tentang macam-macam strategi pengajaran untuk anak tunagrahita:
a.       Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan berbeda maknanya dengan pengajaran individual. Pengajaran individual adalah pengajaran yang diberikan kepada seorang demi seorang dalam waktu tertentu dan ruang tertentu pula, sedangkan  pengajaran yang diindividualisasikan diberikan kepada tiap murid meskipun mereka belajar bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman dan keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap anak. Strategi ini tidak menolak sistem klasikal atau kelompok. Strategi ini memelihara individualitas. Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1)      Pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja selaku anggota kelompok dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok tertentu. Kedudukan murid dalam kelompok sesuai dengan minat, dan kemampuan belajar yang hampir sama.
2)      Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka ragam, dapat berpindah tempat sesuai dengan kebutuhan murid tersebut, serta adanya keseimbangan antara bagian yang sunyi dan gaduh dalam pekerjaan di kelas. Adanya petunjuk tentang penggunaan tiap bagian, adanya pengaturan agar memudahkan bantuan dari orang yang dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi & meja) dapat berubah-ubah, ukuran barang dan tata letaknya hendaknya dapat dijangkau oleh murid sehingga memungkinkan murid dapat mengatur sendiri kebutuhan belajarnya.
3)      Mengadakan pusat belajar (learning centre) Pusat belajar ini dibentuk pada sudut-sudut ruangan kelas, misalnya sudut bahasa, sudut IPA, berhitung. Pembagian seperti  ini, memungkinkan anak belajar sesuai dengan pilihannya sendiri. Di pusat belajar itu tersedia pelajaran yang akan dilakukan, tersedianya tujuan Pembelajaran Khusus sehingga mengarahkan kegiatan belajar yang lebih banyak bernuansa aplikasi,  seperti mengisi, mengatur, menyusun, mengumpulkan, memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat bagan, menyetel, mendengarkan, mengobservasi.  Selain itu,  pada tiap pusat belajar tersedia bahan yang dapat dipilih dan digunakan oleh anak itu sendiri. Melalui strategi ini anak akan maju sesuai dengan irama belajarnya sendiri dengan tidak terlepas dari interaksi sosial.
b.      Strategi kooperatif
Strategi ini relevan dengan kebutuhan anak tunagrahita di mana kecepatan belajarnya tertinggal dari anak normal. Strategi ini bertitik tolak pada semangat kerja di mana mereka yang lebih pandai dapat membantu temannya yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana kekeluargaan dan keakraban.
Strategi kooperatif memiliki keunggulan,  seperti meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita dengan anak normal, menumbuhkan penghargaan dan sikap positif anak normal terhadap prestasi belajar anak tunagrahita sehingga memungkinkan harga diri anak tunagrahita meningkat, dan memberi kesempatan pada anak tunagrahita untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
c.       Strategi modifikasi tingkah laku
Strategi ini digunakan apabila menghadapi anak tunagrahita sedang ke bawah atau anak tunagrahita dengan gangguan lain. Tujuan strategi ini adalah mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik ke tingkah laku yang baik.  Dalam  pelaksanaannya  guru harus terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan. Sementara itu perlu pula teknik khusus dalam melaksanakan modifikasi tingkah laku tersebut,  seperti  reinforcement.
Reinforcement  ini merupakan hadiah untuk mendorong anak agar berperilaku baik. Reinforcement dapat berupa pujian, hadiah atau elusan. Pujian diberikan apabila siswa menunjukkan perilaku yang dikehendaki oleh guru. Dan pemberian reinforcement itu makin hari makin dikurangi agar tidak terjadi ketergantungan.
Menurut Irianto (2010) gurudi sekolah inklusi dikenal dengan istilah “guru yang mendidik” yakni guru yang mampu menerapkan program pembelajaran yang tidak mementingkan mata pelajaran apa yang diajarkan atau di kelas berapa dia mengajar. Dengan demikian guru yang mendidik adalah guru yang dapat bertindak sebagai guru kelas professional yang berhadapan dengan semua mata pelajaran dan dapat melayani dan membelajarkan semua siswa tanpa terkecuali. Guru yang mendidik juga ditandai dengan sikap professional yang selalu belajar dan mempelajari berbagai informasi dasar  yang berkaitan dengan hambatan/kelainan anak dan yang mampu memberikan pengajaran mendidik yang disesuaikan dengan kateristik dan kebutuhan anak.
2.      Media
Media pembelajaran yang digunakan pada pendidikan anak tunagrahita tidak berbeda dengan media yang digunakan pada pendidikan anak biasa. Hanya saja pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya.  Alat-alat khusus yang ada  diantaranya  adalah  alat latihan kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan kematangan indra, seperti latihan perabaan, penciuman; alat latihan untuk mengurus diri sendiri, seperti latihan memasang kancing, memasang retsluiting; alat latihan konsentrasi,  seperti papan keseimbangan, alat latihan membaca, berhitung, dan lain-lain.
Dalam menciptakan media pendidikan anak tunagrahita, guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain  (1) bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak;  (2) warna tidak mencolok dan tidak abstrak; serta (3) ukurannya harus dapat digunakan atau diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri (ukuran meja dan kursi).
3.      Evaluasi Belajar untuk Anak Tunagrahita
Berikut ini akan dikemukakan ketentuan-ketentuan khusus dalam melaksanakan evaluasi belajar anak tunagrahita.
a.       Waktu mengadakan evaluasi, Evaluasi belajar anak tunagrahita tidak saja dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berakhir atau pada waktu yang telah ditetapkan,  seperti waktu tes prestasi belajar atau tes hasil belajar, tetapi tidak kalah pentingnya evaluasi selama proses belajar mengajar berlangsung. Pada saat itu dapat dilihat bagaimana reaksi anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak. Apabila ditemukan anak yang lebih cepat dari temannya maka ia segera diberi bahan pelajaran berikutnya tanpa harus menunggu teman-temanya,  sedangkan  anak yang lebih lambat, mendapatkan pengulangan atau penyederhanaan materi pelajaran.
b.      Alat evaluasi, Sama halnya dengan alat evaluasi yang digunakan pada pendidikan anak normal maka alat evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita tidak berbeda, kecuali dalam bentuk dan urutan penggunaannya. Penggunaan alat evaluasi,  seperti tulisan, lisan dan perbuatan bagi anak tunagrahita harus ditinjau lebih dahulu bagaimana keadaan anak tunagrahita yang akan dievaluasi. 
c.       Kriteria keberhasilan, Keberhasilan belajar anak tunagrahita agar tidak dibandingkan dengan teman sekelasnya, tetapi dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh anak itu sendiri dari waktu ke waktu. Oleh karena itu,  penilaian pada anak tunagrahita adalah  longitudinal  maksudnya penilaian yang  mengacu pada perbandingan prestasi  individu atas dirinya sendiri yang dicapainya kemarin dan hari ini.
d.      Pencatatan hasil evaluasi, Pencatatan evaluasi yang telah kita kenal berbentuk kuantitatif, artinya kemampuan anak dinyatakan dengan angka. Tetapi  bentuk seperti ini,  bagi anak tunagrahita tidak cukup.  Jadi,  harus menggunakan bentuk kuantitatif ditambah dengan kualitatif.  Misalnya,  dalam pelajaran Berhitung, si Ano mendapat nilai angka 8. Sebaiknya diikuti dengan penjelasan, seperti nilai 8 berarti dapat mempelajari penjumlahan 1 sampai 5, pengurangan 1 sampai 3.
E       Beberapa Alternatif Layanan Bimbingan Hambatan Intelektual
Beberapa alternatif upaya pencegahan timbulnya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut :
1.      Diagnostik prenatal Adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memeriksa kehamilan. Dengan usaha ini diharapkan dapat ditemukan  kemungkinan adanya kelainan-kelainan pada janin, baik berupa kelainan kromosom maupun kelainan enzim yang diperlukan bagi perkembangan  janin. Seandainya ditemukan adanya kelainan, maka tindakan selanjutnya diserahkan kepada ibu hamil atau keluarganya atau pertimbangan-pertimbangan dari dokter ahli dalam masalah tersebut.
2.      Imunisasi Dilakukan  terhadap ibu hamil maupun anak-anak balita. Dengan imunisasi ini dapat  mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang menganggu perkembangan bayi/anak.
3.      Tes darah Dilakukan terhadap pasangan-pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan.
4.      Pemeliharaan kesehatan, Terutama bagi ibu-ibu hamil. Hal ini terutama menyangkut pemeriksaan kesehatan selama hamil, penediaan gizi/nutrisi serta vitamin yang memadai, menghindari radiasi, dan sebagainya.
5.      Program KB, Diperlukan untuk mengatur kehamilan dan menciptakan keluarga yang sejahtera baik dalam segi fisik maupun psikis. Keluarga kecil lebih memungkinkan terbinanya hubungan afeksi yang relative lebih baik serta terjaminnya kebutuhan fisik yang relative lebih baik pula.
6.      Sanitasi lingkungan, Yaitu mengupayakan terjaganya suatu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang membahayakan perkembangan anak.
7.      Penyuluhan genetik, Yaitu suatu usaha  mengkomunikasikan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah genetika dan masalah-masalah yang ditimbulkannya. Ini dapat dilakukan melalui media cetak, elektronik, maupun secara langsung melalui posyandu atau klinik-klinik kesehatan.
8.      Tidakan operasi, Diperlukan terutama bagi kelahiran dengan resiko tinggi untuk mencegah kelainan-kelainan yang ditimbulkan pada waktu kelahiran.
9.      Intervensi dini, Program ini diperlukan terutama bagi para orang tua agar secara dini dapat membantu perkembangan anak-anaknya.
Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1.      Kelas Transisi, Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2.      Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1), Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3.      Pendidikan terpadu, Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4.      Program sekolah di rumah, Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5.      Pendidikan inklusif, Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
6.      Panti (Griya) Rehabilitasi, Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
a.       Pengenalan diri
b.      Sensorimotor dan persepsi
c.       Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d.      Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e.       Bina diri dan kemampuan sosial








BAB III
METODE OBSERVASI

A      Jenis Observasi
Berupa Wawancara
B       Lokasi dan Waktu Observasi
Lokasi       : SLB-C YAYASAN BERINGIN BHAKTI
Jl.P.cakrabuana, Gg.Mangga, Ds.Kepongpongan, Kec.Talun,   Kab.Cirebon
Waktu       : Pkl: 09.00-11.00 WIB, 08 Oktober 2014
C      Desain Observasi
Pertanyaan mengenai identitas sekolah, dan juga ada petanyaan yang secara khusus sebagai berikut :
1.      Apa saja jenis SLB yang ada disini bu?
2.      Ada berapa tingkatan untuk SLB C bu?
3.      Berapa jumlah murid SLB C bu?
4.      Berapa lama jam pelajaran siswa untuk SLB C bu?
5.      Apakah murid dikelas ini berasal dari daerah sini semua bu?
6.      Materi apa yang diberikan pada kelas rendah ini bu?
7.      Dalam menyampaikan materi, pembelajaran seperti apa yang ibu terapkan?
8.      Kurikulum apa yang diterapkan dikelas rendah ini bu?
BAB IV
HASIL OBSERVASI

A      Hasil Observasi
1.      Identitas Sekolah
Nama Sekolah             : SLB-C YAYASAN BERINGIN BHAKTI
Alamat                        : Jl.P.Cakrabuana, Gg.Mangga, Ds.Kepongpongan,                                        Kec.Talun, Kab.Cirebon
No.telp                                    : (0231) 8331148
E-mail                          : slbc@yahoo.com
NSS                             : 80.20.21.710003
NPSN                          : 20.21.5031
Ijin Operasional           : 421.9/SH-8016PLB 27 April 2004
Akreditasi                   : B
Tahun Akreditasi        : 2007
Tahun Berdiri              : Th.1982 : SLB-A
                                      Th.1996 : SLB-B dan SLB-C
                                      Th.2004 : SLB-B dan SLB-C resmi dipisah
2.      Visi
Anak-anak bisa Mandiri dan tidak tergantung pada Guru dan orang tua
3.      Misi
Mengembangkan intelektual, dan bisa hidup bermasyarakat serta mandiri.
4.      Sarana prasarana
Dana dari dinas pendidikan    :
Dipakai untuk pakaian seragam, pakaian olah raga, pakaian muslim, pakaian pramuka dan alat-alat sekolah.
Dana dari direktorat    :
Dipakai untuk sarana kelas dan saran bermain.
5.      Kurikulum
Kurikulum yang dipakai di SLB ini tidak sepenuhnya menggunakan kurtilas, disesuaikan kemampuan anak, karena jika memaksakan menggunakan kurtilas maka anak tidak akan berkembang dengan baik dalam intelektualnya. Namun untuk SMA sudah memakian Kurtilas, untuk tingkat SD dan SMP baru sebagian saja.
6.      Kepegawaian
No
Nama
NIP
Pendidikan
Jabatan
1
Hj.Muniah Hendayani, S.Pd
19551205 197603 2 001 153773363430 0023
S1 B.Indonesia 2006
G.MADYA
2
Suprihatin,S.P.d
19640315 198703 2 009 46477426 4330 0072
S1 Matematika 2006
G.MADYA
3
Tuti Roro Subandrijanah, S.Pd
19630908 198603 2 007 824074 7416 4330 073
S1 PLB 1997
G.MADYA
4
Nia Yusniar, S.Pd
19641222 198603 2 007 8554 7426 4330 0043
S1 B.Indonesia 2007
G.MADYA
5
Sri Wahyuni, S.Pd
19680606 199002 2 001 6938 7466 4830 0112
S1 B.Indonesia 2007
G.MADYA
6
Dedah Hamidah Farid, S.Pd
19740318 200801 2 004 8650 7526 5430 0022
S1 PLB 1999
G.PRATAMA
7
Yosi Kusumawati, S.Pd
-
8442 7606 6030 0012
S1 PLB 2006
G.SUKWAN

7.      Hasil wawancara
Mahasiswa      : Apa saja jenis SLB yang ada disini bu?
Narasumber     : Disini ada juga yayasannya yaitu Yayasan Beringin               Bhakti, disekolahnya ada 3 jenis SLB, yaitu SLB-A (Tuna               Netra), SLB-B (Tuna Rungu), dan SLB-C (Tuna Grahita).
Mahasiswa      : Ada berapa tingkatan untuk SLB C bu?
Narasumber     : Ada 3 tingkatan, yaitu SD, SMP dan SMA.
Mahasiswa      : Berapa jumlah murid SLB C bu?
Narasumber     : Semua Murid SLB-C itu berjumlah 60 orang dri tingkat                            SD-SMA.
Mahasiswa      : Berapa lama jam pelajaran siswa untuk SLB C bu?
Narasumber     : Untuk SLB-C tingkat SD itu hanya 30 jam/minggu.
Mahasiswa      : Apakah murid dikelas ini berasal dari daerah sini semua                            bu?
Narasumber     : Tidak, murid disini tidak hanya berasal dari daerah sini    saja, ada yang dari plered juga, yang paling jauh itu ada    yang dari kabupaten kuningan, anak itu tinggal diyayasan    sini.
Mahasiswa      : Berapa jumlah murid di kelas rendah ini bu?
Narasumber     : Dikelas rendah ini muridnya berjumlah 9 orang.
Mahasiswa      : Disni IQ yang paling rendah itu berapa bu?
Narasumber     : Disini IQ yang paling rendah itu kategori IQ yang idiot.
Mahasiswa      : Apakah ada hambatan yang dihadapi pada saat proses    belajar bu?
Narasumber     : Sangat jelas ada, dimulai dari sarana prasarana yang    kurang mendukung, yang jauh rumahnya suka telat jadi    jika datang itu pas giliran istirahat,jika siswa diberi PR,    orang tua tidak berusaha membantu mengerjakan, orang    tua menyerahkan sepenuhnya pembelajaran pada guru    kelas. Jadi orang tua kurang mendukung yang akhirnya    kebanyakan anak tidak mengerjakan PR, dan orang tua    kurang teliti, sedangkan Anak Berkebutuhan Khusus itu    sangat membutuhkan sekali ketelitian, ketekunan, dan    ketelatenan, ABK juga butuh dilatih apalagi yang IQnya    rendah. Ada juga siswa yang tidak bisa diam, suka    melempar-lempar buku, suka memukul temannya, jika    ada yang seperti itu guru mau tidak mau siswanya    dipakaikan kursi gembok.
Mahasiswa      : Materi apa yang diberikan pada kelas rendah ini bu?
Narasumber     : Materi yang diberikan pada siswa ABK tuna grahita     tingkat SD ini difokuskan pada perbaikan motorik halus     tangan, kebanyakan anak motorik halus tangannya masih    belum bisa. Dalam kelas ini kelebihan atau intelektual    anaknya berbeda-beda, jadi bukan klasikal namun    individual. Dalam pemberian materi pun setiap anak    berbeda-beda, ada yang dalam menebalkan huruf, ada    yang menulis angka juga ada yang masih satuan namun    ada juga yang sudah puluhan. Di ABK ini tidah    ditekankan semua anak bisa materi yang sama, namun    materinya itu individual, kalau kita menyampaikan materi    yang umum pasti tidak akan tersampaikan dan tidak akan    berjalan dengan baik.
Mahasiswa      : Dalam menyampaikan materi, pembelajaran seperti apa    yang ibu terapkan?
Narasumber     : Dalam menyampaikan materi terkadang anak diajak     keluar kelas untuk belajar langsung dengan objeknya,     karena anak butuh benda-benda kongkrit dalam belajar.     Misalnya di pelajaran IPA, membahas ayam dan     kambing. Ayam kakinya berapa? Kalau dikelas anak     hanya melihat gambar, anak cenderung menjawab 3, tapi     jika dibawa melihat langsung diluar kelas anak itu     cenderung menjawa benar yaitu 2. Begitu juga pada     kambing, ketika guru menanyakan kaki kambing ada     berapa anak hanya menjawab 2, itu pada saat siswa     hanya melihat gambar. Namun pada saat dibawa keluar    anak itu cenderung benar dalam menjawab yaitu 4. Jadi    ABK itu harus lebih banyak belajar diluar kelas untuk    mengenal lingkungan yang kongkrit.
Mahasiswa      : Kurikulum apa yang diterapkan dikelas rendah ini bu?
Narasumber     : Dikelas SDLB rendah ini kurikulum yang dipakai masih                            KTSP.

B       Kesimpulan
Dari hasil observasi diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus pada tuna grahita itu harus di awasi dengan ketelitian, ketekunan dan ketelatenan, karena hal itu yang bisa memicu keberhasilan guru mendidik. ABK tuna grahita juga dalam pembelajarn itu memerlukan pembelajaran dengan benda-benda kongkrit, sehingga memudahkan siswa dlam hal belajar. ABK ini juga butuh perhatian yang khusus dari orang tua, karena kebanyakan itu yang sangat penting diperlukan yaitu curahan kasih sayang dari orang tua.








BAB V
PENUTUP
A      Kesimpulan
Tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas. Klasifikasi anak tunagrahita dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat. Sedangakan faktor penyebab ketunagrahitaan antara lain yaitu, disebabkan oleh faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan, trauma dan zat raioaktif, masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan. Ketunagrahitaan dapat kita cegah dengan cara, diagnostik prenatal, imunisasi, tes darah, pemeliharaan kesehatan, program KB, sanitasi lingkungan, penyuluhan genetik, tindak operasi, dan intervensi dini. Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita pada umumnya dapat dilihat dari segi : (1) Fisik (Hampir sama dengan anak normal, Kematangan motorik lambat, Koordinasi gerak kurang, Anak tunagrahita berat dapat kelihatan), (2) Intelektual (Sulit mempelajari hal-hal akademik, Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70, Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50, Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah), (3)Sosial dan Emosi (Bergaul dengan anak yang lebih muda, Suka menyendiri, Mudah dipengaruhi, Kurang dinamis, Kurang pertimbangan/kontrol diri, Kurang konsentrasi, Mudah dipengaruh, Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain).
Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu kelas transisi, sekolah khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1), pendidikan terpadu, sekolah di rumah, pendidikan inklusif, dan panti (griya) rehabilitasi. Layanan pendidikan yang diberikan kepada anak tunagrahita juga memiliki ciri khusus dan prinsip khusus agar perkembangan mereka meningkat.
Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk anak tunagrahita antara lain, strategi pembelajaran yang diindividualisasikan, kooperatif, dan modifikasi tingkah laku. Begitu pula untuk media pembelajaran yang digunakan untuk anak tunagrahita tidak jauh berbeda dengan anak normal, hanya saja pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya. Evaluasi belajar anak tunagrahita dapat diukur melalui waktu mengadakan evaluasi, alat evaluasi yang digunakan, kriteria keberhasilan, pencatatan hasil evaluasi.
B       Saran
Dalam sistem pendidikan saat ini, banyak terdapat sekolah inklusif di mana layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan digabungkan. Dengan begitu, kita sebagai seorang guru sudah seharusnya mempelajari bagaimana cara menangani anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak tunagrahita agar dapat mengembangkan potensi anak tersebut menjadi lebih baik. Jadi, tidak hanya anak normal saja yang dapat kita kembangkan potensinya.