adopt your own virtual pet!

contact person

Rabu, 12 November 2014

Laporan Observasi



BAB I
PENDAHULUAN
A      Latar Belakang
Istilah tunagrahita mungkin masih asing bagi pendengaran meskipun bukan tidak mungkin setiap hari berhadapan dengan salah seorang siswa yang sebenarnya mengalami ketunagrahitaan.  Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelegensi yang terlambat. Setiap klasifikasi selalu diukur dengan tingkat IQ mereka, yang terbagi menjadi tiga kelas yakni tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, terbelakang mental, retardasi mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal dengan beberapa istilah, yaitu mental retardation, mental deficiency,  mentally handcapped, feebleminded dan lain-lain.
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan bukan kondisi psikologi. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan, yaitu lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967, terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983, tunagrahita digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Semua istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun, semua istilah tersebut tertuju pada pengetian yang sama yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung pada masa perkembangan. Dari latar belakang di atas maka kami mencoba menyusun makalah yang berjudul “Anak Berkebutuhan Khusus – Tunagrahita”.
B       Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka terdapat rumusan amsalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian tunagrahita?
2.      Bagaimana ciri-ciri tunagrahita?
3.      Apa faktor penyebab anak terhambat intelektualnya?
4.      Metode pembelajaran apa yang diterapkan untuk tunagrahita?
5.      Bagaimana upaya pencegahan dan layanan bimbingan pada tunagrahita?
6.      Bagaimana informasi dan kesimpulan dari hasil observasi yang telah dilakukan?
C      Tujuan Observasi
dari rumusan diatas, maka terdapat tujuan observasi sebagai berikut :
1.      Mengetahui pengertian tunagrahita.
2.      Mengetahui ciri-ciri anak yang mengalami penghambatan tunagrahita.
3.      Mengetahui faktor penyebab anak dengan hambatan intelektualnya.
4.      Mengetahui metode pembelajan yang digunakan untuk tunagrahita.
5.      Mengetahui upaya pencegahan dan layanan bimbingan tunagrahita.
6.      Mengetahui keadaan tunagrahita secara langsung.
7.      Mampu menyimpulkan isi hasil observasi.
D      Manfaat Observasi
1.      Meningkatkan pemahaman guru.
2.      Mengevaluasi cara pengajaran guru.
3.      Mampu memilih metode yang efektif dan cocok untuk digunakan kelak.
4.      Meningkatkan kreatifitas guru.







BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A      Pengertian Hambatan Intelektual (TunaGrahita)
Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian tunagahita pun bermacam-macam.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada kemampuan  daya tangkap yang kurang. Secara global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang maksimal.
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut.
“Mental retardaction refers to significantly subaverage general Intellectual functioning resulting in or adaptive behavior and manifested during the developmental period”. Artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya.
Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR (1987) menggariskan bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita perhatikan adalah sebagai berikut:
1.      Fungsi Intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar menyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh: anak normal rata-rata IQ 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
2.      Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang bersagkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
3.      Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada masa perkembanngan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka yang brsangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita.
B       Ciri-ciri Anak dengan Hambatan Intelektual
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan sosialnya sedemikian rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga untuk mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran dengan program khusus.
Untuk lebih jelasnya karakteristik anak tunagrahita dapat dilihat sebagai berikut :
1.      Karakteristik mental, meliputi :
a.       Mereka menunjukan kecenderungan menjawab dengan ulangan respon terhadap pertanyaan yang berbeda
b.      Mereka tidak mampu memberikan kritik
c.       Kemampuan assosiasinya terbatas
d.      Mereka tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit dalam jiwanya/ingatannya
e.       Kapasitas inteleknya sangat rendah
f.       Cenderung memiliki kemampuan berpikir kongkrit daripada abstrak
g.      Mereka tidak mampu menditeksi kesalahan-kesalahan dalam pernyataan
h.      Mereka terbatas kemampuannya dalam penalaran dan visualisasi dan
i.        Mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi
2.      Karakteristik fisik, meliputi :
a.       Mereka mengalami keterbelakangan ringan sebagian besar tidak mengalami kelainan fisik, sedangkan yang tingkat sedang dan berat cenderungmemiliki kelainan fisik (koordinasi motorik, penglihatan, pendengara, dsb)
b.      Mereka cenderung memiliki penyimpangan fisik dari bentuk rata-rata, misalnya adanya ketidaksamaan/ketidakserasian antara kepala dan wajah(muka),ukuran besar kepala  ada yang besar dan atau kecil, tatanan giginya,dsb
c.       Biasanya mereka mengalami hambatan bicara dan berjalan
d.      Pemeliharaan diri kurang
3.      Karakter sosial-emosi, meliputi :
a.       Ada kecenderunagan tidak mampu menyasuaikan diri karena mengalami kesulitan dalam tingkah lakunya
b.      Minat permainan mereka tidak cocok dengan anak yang sama usia mentalnya daripada usia kronologisnya
c.       Sering tidak mampu memenuhi tuntutan atau harapan kelompok atau masyarakat dan
d.      Memiliki problem emosi dan tingkah laku dan agak lebih banyak yang nakal daripada anak yang normal intelegensinya
4.      Karakteristik akademis, meliputi :
a.       Kemampuan belajarnya sangat rendah dan lambat
b.      Mereka yang termasuk tingkat ringan masih dapat diberikan mata pelajaran akademik (membaca, menulis, berhitung dsb)
5.      Karakteristik pekerjaan, meliputi :
a.       Yang dapat dituntut untuk bekerja hanya mereka yang tergolong tingkat ringan dan pada batas-batas tertentu bagi tingkat menengah, dan
b.      Bagi yang tingkat ringan pada usia dewasa dapat belajar pekerjaan yang sifat nya “skilled” dan “semiskilled”, kendatipun menurut penelitian ternyata kira-kira 80% atau sebagian besar yang dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang sifatnya “unskilled” atau “semiskilled”
              Masalah-masalah yang mereka miliki relatif berbeda, walaupun demikian ada juga kesamaan masalah yang dirasakan bersama oleh sekelompok mereka. Kemungkinan-kemungkinan masalh yang dihadapi anak terbelakang dalam konteks pendidikan, diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut :
1.      Masalah kesulitan dalam kehiupan sehari-hari. Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Masalah kesulitan belajar. Dapat disadari dengan keterbatasan kemampuan berfikir bagi mereka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa mereka pasti mengalami kesulitan belajar, sudah barang tentu di bidang studi akademik (misalnya matematika, IPA, IPS, dan bahasa), sedangkan untuk bidang studi non-akademik tidak banyak mengalami kesulitan belajar.
3.      Masalah penyesuaian diri. Masalh ini berkaitan dengan masalah-masalah utau kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu disekitarnya disadari bahwa kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh tngkat kecerdasan.
4.      Masalah penyaluran ke tempat kerja. Secara empirik banyak dilihat di depan kita bahwa kehidupan anak terbelakang cenderung banyak yang masih menggantungkan diri terhadap orang lain teruama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, bahkan dapat dibilang belum ada (krana sedikitnya).
5.      Masalah gangguan kepribadian dan emosi. Memahami akan karakteristik mentalnya, nampak jelas adanya kemampuan berpikir, keseimbangan kepribadiannya kurang konstan atau labil,kadang-kadang stabil dan kadang pula kacau.
6.      Masalah pemanfaatan waktu terluang. Adalah wajar bagi anak terbelakang dalam tingkah lakunya sering menampilkan prilaku yang nakal
C      Faktor Penyebab Anak dengan Hambatan Intelektual
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai faktor. Para ahli membagi faktor penyebab tersebut atas beberapa kelompok. Strauss membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lain-lain.
Cara lain yang sering digunakan dalam pengelompokan faktor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran (natal), dan setelah lahir (postnatal). Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan.

1.      Faktor keturunan.
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan, meliputi hal berikut:
a.       Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari bentuk dapat berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalanmeiosis, yaitu salah satu pasangan tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel); duplikasi (kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga trejadi kelebihan kromosom pada salah satu sel lainnya) translokasi ( adanbya kromosom yang patah dan patahnya menempel pada kromosom lain).
b.      Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya tampak dari luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan untuk memahaminya, yaitu kekuatan kelainan tersebut, dan tempat gena (lucos)yang mendapat kelainan.
2.      Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu. Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan gizi, antara lain phenylketonuria (akibat metabolisme saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak ) dan gejala yang tampak berupa ketidak normalan tinggi badan ,kerangka tubuh yang tidak proporsional , telapak tangan lebar dan pendek, persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tuna grahita; cretinism (keadaan hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirkan ) dengan gejala kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan.
3.      Infeksi dan keracunan
Keadaan ini  disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada didalam kandungan . penyakit yang dimaksut antara lain rubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran , penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kueang ketika lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun, hampir pada semua kasus berakibat ketunagrahitaan.
4.      Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerluka alat bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinarX selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly.
5.      Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran,misalnya kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak ,kejang dan napas pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit
6.      Faktor lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya ketunagrahitaan. Telah banyak penelitian yang digunakan untuk pembuktian hal ini, salah satunya adalah penemuan patton & Polloway bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan  menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan .
Latar belakang pendidikan orangtua sering  juga dihubungkan dengan masalah-masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikian dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan poitif dalam masa perkembangan anak menjadi penyebab salah sau timbulnya gangguan.
D      Metode Pembelajaran untuk Anak dengan Hambatan Intelektual
1.      Strategi 
Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunagrahita pada prinsipnya tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Pada prinsipnya menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan tujuan pelajaran, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Strategi yang efektif pada anak tunagrahita belum tentu akan baik bagi anak normal dan anak berinteligensi tinggi. Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi pembelajaran bagi mereka yang belajar di sekolah luar biasa. Berikut penjelasan tentang macam-macam strategi pengajaran untuk anak tunagrahita:
a.       Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan berbeda maknanya dengan pengajaran individual. Pengajaran individual adalah pengajaran yang diberikan kepada seorang demi seorang dalam waktu tertentu dan ruang tertentu pula, sedangkan  pengajaran yang diindividualisasikan diberikan kepada tiap murid meskipun mereka belajar bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman dan keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap anak. Strategi ini tidak menolak sistem klasikal atau kelompok. Strategi ini memelihara individualitas. Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1)      Pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja selaku anggota kelompok dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok tertentu. Kedudukan murid dalam kelompok sesuai dengan minat, dan kemampuan belajar yang hampir sama.
2)      Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka ragam, dapat berpindah tempat sesuai dengan kebutuhan murid tersebut, serta adanya keseimbangan antara bagian yang sunyi dan gaduh dalam pekerjaan di kelas. Adanya petunjuk tentang penggunaan tiap bagian, adanya pengaturan agar memudahkan bantuan dari orang yang dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi & meja) dapat berubah-ubah, ukuran barang dan tata letaknya hendaknya dapat dijangkau oleh murid sehingga memungkinkan murid dapat mengatur sendiri kebutuhan belajarnya.
3)      Mengadakan pusat belajar (learning centre) Pusat belajar ini dibentuk pada sudut-sudut ruangan kelas, misalnya sudut bahasa, sudut IPA, berhitung. Pembagian seperti  ini, memungkinkan anak belajar sesuai dengan pilihannya sendiri. Di pusat belajar itu tersedia pelajaran yang akan dilakukan, tersedianya tujuan Pembelajaran Khusus sehingga mengarahkan kegiatan belajar yang lebih banyak bernuansa aplikasi,  seperti mengisi, mengatur, menyusun, mengumpulkan, memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat bagan, menyetel, mendengarkan, mengobservasi.  Selain itu,  pada tiap pusat belajar tersedia bahan yang dapat dipilih dan digunakan oleh anak itu sendiri. Melalui strategi ini anak akan maju sesuai dengan irama belajarnya sendiri dengan tidak terlepas dari interaksi sosial.
b.      Strategi kooperatif
Strategi ini relevan dengan kebutuhan anak tunagrahita di mana kecepatan belajarnya tertinggal dari anak normal. Strategi ini bertitik tolak pada semangat kerja di mana mereka yang lebih pandai dapat membantu temannya yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana kekeluargaan dan keakraban.
Strategi kooperatif memiliki keunggulan,  seperti meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita dengan anak normal, menumbuhkan penghargaan dan sikap positif anak normal terhadap prestasi belajar anak tunagrahita sehingga memungkinkan harga diri anak tunagrahita meningkat, dan memberi kesempatan pada anak tunagrahita untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
c.       Strategi modifikasi tingkah laku
Strategi ini digunakan apabila menghadapi anak tunagrahita sedang ke bawah atau anak tunagrahita dengan gangguan lain. Tujuan strategi ini adalah mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik ke tingkah laku yang baik.  Dalam  pelaksanaannya  guru harus terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan. Sementara itu perlu pula teknik khusus dalam melaksanakan modifikasi tingkah laku tersebut,  seperti  reinforcement.
Reinforcement  ini merupakan hadiah untuk mendorong anak agar berperilaku baik. Reinforcement dapat berupa pujian, hadiah atau elusan. Pujian diberikan apabila siswa menunjukkan perilaku yang dikehendaki oleh guru. Dan pemberian reinforcement itu makin hari makin dikurangi agar tidak terjadi ketergantungan.
Menurut Irianto (2010) gurudi sekolah inklusi dikenal dengan istilah “guru yang mendidik” yakni guru yang mampu menerapkan program pembelajaran yang tidak mementingkan mata pelajaran apa yang diajarkan atau di kelas berapa dia mengajar. Dengan demikian guru yang mendidik adalah guru yang dapat bertindak sebagai guru kelas professional yang berhadapan dengan semua mata pelajaran dan dapat melayani dan membelajarkan semua siswa tanpa terkecuali. Guru yang mendidik juga ditandai dengan sikap professional yang selalu belajar dan mempelajari berbagai informasi dasar  yang berkaitan dengan hambatan/kelainan anak dan yang mampu memberikan pengajaran mendidik yang disesuaikan dengan kateristik dan kebutuhan anak.
2.      Media
Media pembelajaran yang digunakan pada pendidikan anak tunagrahita tidak berbeda dengan media yang digunakan pada pendidikan anak biasa. Hanya saja pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya.  Alat-alat khusus yang ada  diantaranya  adalah  alat latihan kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan kematangan indra, seperti latihan perabaan, penciuman; alat latihan untuk mengurus diri sendiri, seperti latihan memasang kancing, memasang retsluiting; alat latihan konsentrasi,  seperti papan keseimbangan, alat latihan membaca, berhitung, dan lain-lain.
Dalam menciptakan media pendidikan anak tunagrahita, guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain  (1) bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak;  (2) warna tidak mencolok dan tidak abstrak; serta (3) ukurannya harus dapat digunakan atau diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri (ukuran meja dan kursi).
3.      Evaluasi Belajar untuk Anak Tunagrahita
Berikut ini akan dikemukakan ketentuan-ketentuan khusus dalam melaksanakan evaluasi belajar anak tunagrahita.
a.       Waktu mengadakan evaluasi, Evaluasi belajar anak tunagrahita tidak saja dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berakhir atau pada waktu yang telah ditetapkan,  seperti waktu tes prestasi belajar atau tes hasil belajar, tetapi tidak kalah pentingnya evaluasi selama proses belajar mengajar berlangsung. Pada saat itu dapat dilihat bagaimana reaksi anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak. Apabila ditemukan anak yang lebih cepat dari temannya maka ia segera diberi bahan pelajaran berikutnya tanpa harus menunggu teman-temanya,  sedangkan  anak yang lebih lambat, mendapatkan pengulangan atau penyederhanaan materi pelajaran.
b.      Alat evaluasi, Sama halnya dengan alat evaluasi yang digunakan pada pendidikan anak normal maka alat evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita tidak berbeda, kecuali dalam bentuk dan urutan penggunaannya. Penggunaan alat evaluasi,  seperti tulisan, lisan dan perbuatan bagi anak tunagrahita harus ditinjau lebih dahulu bagaimana keadaan anak tunagrahita yang akan dievaluasi. 
c.       Kriteria keberhasilan, Keberhasilan belajar anak tunagrahita agar tidak dibandingkan dengan teman sekelasnya, tetapi dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh anak itu sendiri dari waktu ke waktu. Oleh karena itu,  penilaian pada anak tunagrahita adalah  longitudinal  maksudnya penilaian yang  mengacu pada perbandingan prestasi  individu atas dirinya sendiri yang dicapainya kemarin dan hari ini.
d.      Pencatatan hasil evaluasi, Pencatatan evaluasi yang telah kita kenal berbentuk kuantitatif, artinya kemampuan anak dinyatakan dengan angka. Tetapi  bentuk seperti ini,  bagi anak tunagrahita tidak cukup.  Jadi,  harus menggunakan bentuk kuantitatif ditambah dengan kualitatif.  Misalnya,  dalam pelajaran Berhitung, si Ano mendapat nilai angka 8. Sebaiknya diikuti dengan penjelasan, seperti nilai 8 berarti dapat mempelajari penjumlahan 1 sampai 5, pengurangan 1 sampai 3.
E       Beberapa Alternatif Layanan Bimbingan Hambatan Intelektual
Beberapa alternatif upaya pencegahan timbulnya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut :
1.      Diagnostik prenatal Adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memeriksa kehamilan. Dengan usaha ini diharapkan dapat ditemukan  kemungkinan adanya kelainan-kelainan pada janin, baik berupa kelainan kromosom maupun kelainan enzim yang diperlukan bagi perkembangan  janin. Seandainya ditemukan adanya kelainan, maka tindakan selanjutnya diserahkan kepada ibu hamil atau keluarganya atau pertimbangan-pertimbangan dari dokter ahli dalam masalah tersebut.
2.      Imunisasi Dilakukan  terhadap ibu hamil maupun anak-anak balita. Dengan imunisasi ini dapat  mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang menganggu perkembangan bayi/anak.
3.      Tes darah Dilakukan terhadap pasangan-pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan.
4.      Pemeliharaan kesehatan, Terutama bagi ibu-ibu hamil. Hal ini terutama menyangkut pemeriksaan kesehatan selama hamil, penediaan gizi/nutrisi serta vitamin yang memadai, menghindari radiasi, dan sebagainya.
5.      Program KB, Diperlukan untuk mengatur kehamilan dan menciptakan keluarga yang sejahtera baik dalam segi fisik maupun psikis. Keluarga kecil lebih memungkinkan terbinanya hubungan afeksi yang relative lebih baik serta terjaminnya kebutuhan fisik yang relative lebih baik pula.
6.      Sanitasi lingkungan, Yaitu mengupayakan terjaganya suatu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang membahayakan perkembangan anak.
7.      Penyuluhan genetik, Yaitu suatu usaha  mengkomunikasikan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah genetika dan masalah-masalah yang ditimbulkannya. Ini dapat dilakukan melalui media cetak, elektronik, maupun secara langsung melalui posyandu atau klinik-klinik kesehatan.
8.      Tidakan operasi, Diperlukan terutama bagi kelahiran dengan resiko tinggi untuk mencegah kelainan-kelainan yang ditimbulkan pada waktu kelahiran.
9.      Intervensi dini, Program ini diperlukan terutama bagi para orang tua agar secara dini dapat membantu perkembangan anak-anaknya.
Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1.      Kelas Transisi, Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2.      Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1), Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3.      Pendidikan terpadu, Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4.      Program sekolah di rumah, Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5.      Pendidikan inklusif, Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
6.      Panti (Griya) Rehabilitasi, Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
a.       Pengenalan diri
b.      Sensorimotor dan persepsi
c.       Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d.      Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e.       Bina diri dan kemampuan sosial








BAB III
METODE OBSERVASI

A      Jenis Observasi
Berupa Wawancara
B       Lokasi dan Waktu Observasi
Lokasi       : SLB-C YAYASAN BERINGIN BHAKTI
Jl.P.cakrabuana, Gg.Mangga, Ds.Kepongpongan, Kec.Talun,   Kab.Cirebon
Waktu       : Pkl: 09.00-11.00 WIB, 08 Oktober 2014
C      Desain Observasi
Pertanyaan mengenai identitas sekolah, dan juga ada petanyaan yang secara khusus sebagai berikut :
1.      Apa saja jenis SLB yang ada disini bu?
2.      Ada berapa tingkatan untuk SLB C bu?
3.      Berapa jumlah murid SLB C bu?
4.      Berapa lama jam pelajaran siswa untuk SLB C bu?
5.      Apakah murid dikelas ini berasal dari daerah sini semua bu?
6.      Materi apa yang diberikan pada kelas rendah ini bu?
7.      Dalam menyampaikan materi, pembelajaran seperti apa yang ibu terapkan?
8.      Kurikulum apa yang diterapkan dikelas rendah ini bu?
BAB IV
HASIL OBSERVASI

A      Hasil Observasi
1.      Identitas Sekolah
Nama Sekolah             : SLB-C YAYASAN BERINGIN BHAKTI
Alamat                        : Jl.P.Cakrabuana, Gg.Mangga, Ds.Kepongpongan,                                        Kec.Talun, Kab.Cirebon
No.telp                                    : (0231) 8331148
E-mail                          : slbc@yahoo.com
NSS                             : 80.20.21.710003
NPSN                          : 20.21.5031
Ijin Operasional           : 421.9/SH-8016PLB 27 April 2004
Akreditasi                   : B
Tahun Akreditasi        : 2007
Tahun Berdiri              : Th.1982 : SLB-A
                                      Th.1996 : SLB-B dan SLB-C
                                      Th.2004 : SLB-B dan SLB-C resmi dipisah
2.      Visi
Anak-anak bisa Mandiri dan tidak tergantung pada Guru dan orang tua
3.      Misi
Mengembangkan intelektual, dan bisa hidup bermasyarakat serta mandiri.
4.      Sarana prasarana
Dana dari dinas pendidikan    :
Dipakai untuk pakaian seragam, pakaian olah raga, pakaian muslim, pakaian pramuka dan alat-alat sekolah.
Dana dari direktorat    :
Dipakai untuk sarana kelas dan saran bermain.
5.      Kurikulum
Kurikulum yang dipakai di SLB ini tidak sepenuhnya menggunakan kurtilas, disesuaikan kemampuan anak, karena jika memaksakan menggunakan kurtilas maka anak tidak akan berkembang dengan baik dalam intelektualnya. Namun untuk SMA sudah memakian Kurtilas, untuk tingkat SD dan SMP baru sebagian saja.
6.      Kepegawaian
No
Nama
NIP
Pendidikan
Jabatan
1
Hj.Muniah Hendayani, S.Pd
19551205 197603 2 001 153773363430 0023
S1 B.Indonesia 2006
G.MADYA
2
Suprihatin,S.P.d
19640315 198703 2 009 46477426 4330 0072
S1 Matematika 2006
G.MADYA
3
Tuti Roro Subandrijanah, S.Pd
19630908 198603 2 007 824074 7416 4330 073
S1 PLB 1997
G.MADYA
4
Nia Yusniar, S.Pd
19641222 198603 2 007 8554 7426 4330 0043
S1 B.Indonesia 2007
G.MADYA
5
Sri Wahyuni, S.Pd
19680606 199002 2 001 6938 7466 4830 0112
S1 B.Indonesia 2007
G.MADYA
6
Dedah Hamidah Farid, S.Pd
19740318 200801 2 004 8650 7526 5430 0022
S1 PLB 1999
G.PRATAMA
7
Yosi Kusumawati, S.Pd
-
8442 7606 6030 0012
S1 PLB 2006
G.SUKWAN

7.      Hasil wawancara
Mahasiswa      : Apa saja jenis SLB yang ada disini bu?
Narasumber     : Disini ada juga yayasannya yaitu Yayasan Beringin               Bhakti, disekolahnya ada 3 jenis SLB, yaitu SLB-A (Tuna               Netra), SLB-B (Tuna Rungu), dan SLB-C (Tuna Grahita).
Mahasiswa      : Ada berapa tingkatan untuk SLB C bu?
Narasumber     : Ada 3 tingkatan, yaitu SD, SMP dan SMA.
Mahasiswa      : Berapa jumlah murid SLB C bu?
Narasumber     : Semua Murid SLB-C itu berjumlah 60 orang dri tingkat                            SD-SMA.
Mahasiswa      : Berapa lama jam pelajaran siswa untuk SLB C bu?
Narasumber     : Untuk SLB-C tingkat SD itu hanya 30 jam/minggu.
Mahasiswa      : Apakah murid dikelas ini berasal dari daerah sini semua                            bu?
Narasumber     : Tidak, murid disini tidak hanya berasal dari daerah sini    saja, ada yang dari plered juga, yang paling jauh itu ada    yang dari kabupaten kuningan, anak itu tinggal diyayasan    sini.
Mahasiswa      : Berapa jumlah murid di kelas rendah ini bu?
Narasumber     : Dikelas rendah ini muridnya berjumlah 9 orang.
Mahasiswa      : Disni IQ yang paling rendah itu berapa bu?
Narasumber     : Disini IQ yang paling rendah itu kategori IQ yang idiot.
Mahasiswa      : Apakah ada hambatan yang dihadapi pada saat proses    belajar bu?
Narasumber     : Sangat jelas ada, dimulai dari sarana prasarana yang    kurang mendukung, yang jauh rumahnya suka telat jadi    jika datang itu pas giliran istirahat,jika siswa diberi PR,    orang tua tidak berusaha membantu mengerjakan, orang    tua menyerahkan sepenuhnya pembelajaran pada guru    kelas. Jadi orang tua kurang mendukung yang akhirnya    kebanyakan anak tidak mengerjakan PR, dan orang tua    kurang teliti, sedangkan Anak Berkebutuhan Khusus itu    sangat membutuhkan sekali ketelitian, ketekunan, dan    ketelatenan, ABK juga butuh dilatih apalagi yang IQnya    rendah. Ada juga siswa yang tidak bisa diam, suka    melempar-lempar buku, suka memukul temannya, jika    ada yang seperti itu guru mau tidak mau siswanya    dipakaikan kursi gembok.
Mahasiswa      : Materi apa yang diberikan pada kelas rendah ini bu?
Narasumber     : Materi yang diberikan pada siswa ABK tuna grahita     tingkat SD ini difokuskan pada perbaikan motorik halus     tangan, kebanyakan anak motorik halus tangannya masih    belum bisa. Dalam kelas ini kelebihan atau intelektual    anaknya berbeda-beda, jadi bukan klasikal namun    individual. Dalam pemberian materi pun setiap anak    berbeda-beda, ada yang dalam menebalkan huruf, ada    yang menulis angka juga ada yang masih satuan namun    ada juga yang sudah puluhan. Di ABK ini tidah    ditekankan semua anak bisa materi yang sama, namun    materinya itu individual, kalau kita menyampaikan materi    yang umum pasti tidak akan tersampaikan dan tidak akan    berjalan dengan baik.
Mahasiswa      : Dalam menyampaikan materi, pembelajaran seperti apa    yang ibu terapkan?
Narasumber     : Dalam menyampaikan materi terkadang anak diajak     keluar kelas untuk belajar langsung dengan objeknya,     karena anak butuh benda-benda kongkrit dalam belajar.     Misalnya di pelajaran IPA, membahas ayam dan     kambing. Ayam kakinya berapa? Kalau dikelas anak     hanya melihat gambar, anak cenderung menjawab 3, tapi     jika dibawa melihat langsung diluar kelas anak itu     cenderung menjawa benar yaitu 2. Begitu juga pada     kambing, ketika guru menanyakan kaki kambing ada     berapa anak hanya menjawab 2, itu pada saat siswa     hanya melihat gambar. Namun pada saat dibawa keluar    anak itu cenderung benar dalam menjawab yaitu 4. Jadi    ABK itu harus lebih banyak belajar diluar kelas untuk    mengenal lingkungan yang kongkrit.
Mahasiswa      : Kurikulum apa yang diterapkan dikelas rendah ini bu?
Narasumber     : Dikelas SDLB rendah ini kurikulum yang dipakai masih                            KTSP.

B       Kesimpulan
Dari hasil observasi diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus pada tuna grahita itu harus di awasi dengan ketelitian, ketekunan dan ketelatenan, karena hal itu yang bisa memicu keberhasilan guru mendidik. ABK tuna grahita juga dalam pembelajarn itu memerlukan pembelajaran dengan benda-benda kongkrit, sehingga memudahkan siswa dlam hal belajar. ABK ini juga butuh perhatian yang khusus dari orang tua, karena kebanyakan itu yang sangat penting diperlukan yaitu curahan kasih sayang dari orang tua.








BAB V
PENUTUP
A      Kesimpulan
Tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas. Klasifikasi anak tunagrahita dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat. Sedangakan faktor penyebab ketunagrahitaan antara lain yaitu, disebabkan oleh faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan, trauma dan zat raioaktif, masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan. Ketunagrahitaan dapat kita cegah dengan cara, diagnostik prenatal, imunisasi, tes darah, pemeliharaan kesehatan, program KB, sanitasi lingkungan, penyuluhan genetik, tindak operasi, dan intervensi dini. Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita pada umumnya dapat dilihat dari segi : (1) Fisik (Hampir sama dengan anak normal, Kematangan motorik lambat, Koordinasi gerak kurang, Anak tunagrahita berat dapat kelihatan), (2) Intelektual (Sulit mempelajari hal-hal akademik, Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70, Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50, Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah), (3)Sosial dan Emosi (Bergaul dengan anak yang lebih muda, Suka menyendiri, Mudah dipengaruhi, Kurang dinamis, Kurang pertimbangan/kontrol diri, Kurang konsentrasi, Mudah dipengaruh, Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain).
Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu kelas transisi, sekolah khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1), pendidikan terpadu, sekolah di rumah, pendidikan inklusif, dan panti (griya) rehabilitasi. Layanan pendidikan yang diberikan kepada anak tunagrahita juga memiliki ciri khusus dan prinsip khusus agar perkembangan mereka meningkat.
Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk anak tunagrahita antara lain, strategi pembelajaran yang diindividualisasikan, kooperatif, dan modifikasi tingkah laku. Begitu pula untuk media pembelajaran yang digunakan untuk anak tunagrahita tidak jauh berbeda dengan anak normal, hanya saja pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya. Evaluasi belajar anak tunagrahita dapat diukur melalui waktu mengadakan evaluasi, alat evaluasi yang digunakan, kriteria keberhasilan, pencatatan hasil evaluasi.
B       Saran
Dalam sistem pendidikan saat ini, banyak terdapat sekolah inklusif di mana layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan digabungkan. Dengan begitu, kita sebagai seorang guru sudah seharusnya mempelajari bagaimana cara menangani anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak tunagrahita agar dapat mengembangkan potensi anak tersebut menjadi lebih baik. Jadi, tidak hanya anak normal saja yang dapat kita kembangkan potensinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar